Posted in Comedy, Fanfiction, Marriage Life, PG-15, Romance

Beauty and The Beast Chapter 3 [A Marriage and Honeymoon]

beautyandthebeastcover

Title : Beauty and The Beast (Chapter 3)

Subtitle : A Marriage and Honeymoon

Genre : Romance, Comedy, Marriage Life

Length : Multi Chapter

Rating : PG-15

Author : HyeKim

Cast :

-Luhan as Luhan

-Hyerim (OC) as Kim Hyerim

-Kyuhyun Super Junior as Cho Kyuhyun

-V BTS as Kim Taehyung

-Nara Hello Venus as Kwon Nara

Disclaimer : This is just work of fiction, the cast(s) are belong to their parents, agency, and God. Inspiration from K-Drama ‘Full House’ and J-Drama ‘Itazura Na Kiss : Love in Tokyo’. The same of plot, character, location are just accidentally. This is not meaning for aggravate one of character. I just owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t be plagiat and copy-paste without permission.

Summary : Beauty and The Beast adalah cerita dongeng yang dulu selalu menghiasi masa kecil seorang Kim Hyerim. Hyerim dulu sempat berkata ingin menjadi Belle, si cantik yang jatuh cinta pada beast. Si pangeran yang dikutuk jadi monster. Apa yang akan Hyerim lakukan bila hal tersebut terjadi padanya?

“Bagaikan monster yang terjebak dalam tubuh pangeran. Itulah Luhan. Aku mencintainya.”

HAPPY READING

HyeKim ©2016

 

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Previous :

TEASER || Chapter 1 [The Cold-Jerk Man] || Chapter 2 [Contract Marriage?!] || (NOW) Chapter 3 [A Marriage and Honeymoon]

Waktu bergulir dengan cepatnya. Hyerim yang duduk di sebelah Luhan hanya bisa menunduk sambil menyantap makan malamnya. Nenek serta ibu Luhan terus memandangnya seperti mengintrogasi. Sungguh Hyerim merasa benar-benar risih karena hal tersebut.

Perutku seperti terlilit karena empat mata yang memandangku ini, gumam Hyerim sambil kikuk menelan makanannya. 

“Jadi … kapan kalian akan menikah?” Pertanyaan yang terlontar dari bibir tipis Nenek Lu membuat Hyerim tersedak mendengarnya. “Kenapa? Apa kau belum siap menikah dengan Luhan?” selidik Nenek Lu yang melihat tanggapan Hyerim.

Hyerim yang sudah mencerna masuk air mineral, menatap Nenek Lu sambil meneguk ludahnya sendiri. Sementara Luhan menatapnya tajam dan seakan berkata: jawablah-bahwa+kau-siap.

“Ah … aku tahu, Luhan memang anak yang menjengkelkan dan tengil. Wajar saja kau keberatan menikah dengannya, Hyerim,” tukas Nenek Lu akhirnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Hyerim mau tak mau jadi ingin sekali tertawa.

“Ya, Luhan pasti menjadi tipe suami paling tidak diinginkan dengan sikap bossynya itu.” Kali ini Ibu Luhan yang bersuara. 

Hyerim hanya menunduk dan tertawa tanpa suara. Sementara Luhan hanya memandang datar ketiganya.

“Ya bicarakan saja aku semau kalian.” Luhan berucap datar.

“Memang seperti itu kenyataannya. Oh … Hyerim-ku yang malang. Sayang sekali dirimu harus menikahi bocah tengil ini,” imbuh Nyonya Lu.

“Apalagi dia tidak pandai dalam masalah malam pertama. Kalian bisa-bisa tidak memiliki anak dalam jangka waktu yang lama,” tambah Nenek Lu membuat Hyerim yang sedang minum tersedak kembali.

Apa? Malam pertama? Mendengarnya saja sudah merinding untuk Hyerim, apalagi bila dengan si monster gila di sebelahnya.

“Nenek! Ibu! Hentikan …. Bila Hyerim sampai tidak mau menikahiku, aku salahkan kalian.” 

Nenek Lu dan Nyonya Lu hanya memandang Luhan tidak peduli dan melanjutkan acara makannya.

“Nenek, Ibu, menurutku pasti banyak gadis yang mengantre untuk menikahi Luhan,” tutur Hyerim, setidaknya untuk membela monster tak punya hati yang sedang memberengut saat ini. “Luhan itu tampan kok, dan juga tipe lelaki ideal.” — Sungguh aku terpaksa mengatakan ini, oh tidak … mulutku ternoda memuji lelaki sialan di sebelahku.

“Ah untungnya Hyerim mau menerima Luhan apa adanya ya,” komentar Nenek Lu yang hanya ditanggapi Hyerim oleh sebuah senyuman manis. 

Luhan memperhatikannya dari samping, lalu menghela napas lega. Setidaknya skenario malam ini berjalan lancar.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Decitan roda ban dan aspal dingin jalan di daerah Distrik Yongsan tampak saling bergesekan. Membuat beberapa daun yang gugur terhempas menjauh dari aspal tersebut. Pintu jok depan sebelah supir dari mobil bermerek Subaru XV tersebut terbuka, menampilkan sepasang kaki jenjang yang hendak turun.

“Tunggu!” tahan Luhan sambil menarik lengan Hyerim. Gadis tersebut berbalik menatapnya. “Rencana malam ini setidaknya berhasil. Mungkin tiga atau empat hari lagi kita akan menikah.”

Ucapan Luhan tersebut membuat Hyerim membulatkan matanya. 

“APA?!” seru gadis bermarga Kim tersebut. “Secepat itu? Ya Tuhan!”

Luhan menggaruk belakang kepalanya menggunakan tangan yang tidak mencekal tangan Hyerim. “Asal kau tahu, Nenek serta ibuku itu benar-benar kelewat waras. Mereka akan melaksanakan pernikahan kita secepatnya.”

Biarkan Hyerim untuk menutup kedua kelereng hitam pekatnya dan sekon berganti untuk membukanya kembali. Karbondioksida yang tertahan pun dikeluarkan oleh kakak dari Kim Taehyung tersebut. Benar, ibu, nenek, serta cucu sekaligus anak ini kelewat waras alias gila. Hyerim benar-benar akan gila sekarang. Dilepaskannya cekalan Luhan di lengannya dan menatap pria itu.

“Baiklah, karena ini sudah malam aku harus undur diri dulu. Jangan lupa, bayarlah secepat mungkin administrasi ayahku serta adikku. Karena malam ini aku sudah melakukan akting yang baik.”

Hyerim pun akhirnya menurunkan kedua alat berjalannya dan melangkah menuju rumah susunnya. 

“Kim Hyerim,” panggilan Luhan membuat Hyerim membalikkan badannya kembali, “aku akan membayarnya, kontrak kita masih berlanjut.” 

Setelah itu mobil milik Luhan melaju meninggalkan Distrik Yongsan. Hyerim hanya menghela napasnya, kembali rajutan langkanya yang tertunda barusan, dirajutnya kembali. Dirinya berjalan agak mengendap-endap mengingat waktu sudah menunjukkan waktu 22.00 waktu Korea Selatan, ditambah dari kemarin malam Hyerim belum pulang. Bagaimana dirinya menjelaskan pada Taehyung? Sungguh saat ini tubuhnya butuh istirahat dibanding dibom-bardir pertanyaan ini-itu dari adiknya.

Dilangkahkan sangat pelan kakinya menuju rumahnya di lantai 5 flat tersebut. Hyerim sedikit jinjit saat berjalan agar tidak menimbulkan suara apapun. Dibukanya pintu berwarna putih tersebut sangat pelan, akhirnya Hyerim memasuki flat rumahnya. Secara perlahan dirinya menutup pintu dengan hembusan napas lega karena Taehyung sudah tidur.

Noona sudah pulang ternyata.”

KYA!!!” Hyerim menjerit kala mendapati Taehyung di belakangnya sedang berkacak pinggang. 

Hyerim membalikkan badannya secara perlahan dengan tampang was-wasnya, Taehyung tengah menatapnya tajam serta siap mengintrogasinya.

“Jadi ke mana saja Noona selama ini?” tanya Taehyung. Hyerim menelan ludahnya dan mengembuskan napas terlebih dahulu, setidaknya membangun pertahanan mental menanggapi adiknya yang satu ini.

“Jadi … begini ….”

Noona mempunyai kekasih huh?” Taehyung langsung saja memotong.

“Hei! Kim Taehyung! Mana sopan santunmu? Kenapa main memotong ucapan kakakmu hah?!” 

Taehyung tampak memutar bola matanya malas. Hal tersebut membuat Hyerim kesal setengah mati.

“Intinya jelaskan apa yang terjadi padamu sejak kemarin malam!”

Hyerim menarik napas sejenak dan menyuruh adiknya untuk membicarakannya di ruang tamu rumah susun mereka. Akhirnya di sini lah sepasang kakak-adik tersebut; duduk saling berhadapan dengan Hyerim menundukkan kepala serta menggerakkan kaki kirinya gelisah.

“Ya, aku memang memiliki kekasih,” buka Hyerim membuat Taehyung menegakkan punggungnya. “Dia mantan boss Ayah, yang aku maki-maki tempo itu.”

Walau Hyerim tidak mengangkat wajahnya, dapat dilihatnya wajah terkejut serta mata membulat sempurna Taehyung. 

“Apa?” seru si bungsu keluarga Kim tersebut.

“Jadi, akh! Bagaimana ya menjelaskannya ….” Hyerim menggigit bibir bawahnya, bingung harus menjelaskannya bagaimana. Dirinya tidak mungkin mengatakan memiliki kontrak dengan Luhan. Kalau dirinya memberitahu Taehyung, adiknya itu bisa memarahinya. “Cinta itu kadang datang tanpa disadari dan cepat sekali rasanya.”

Ya ampun! Kim Hyerim! Apa yang kau katakan?, gerutu Hyerim dalam hati.

“Jadi kami saling menyukai dan akan menikah secepatnya,” lanjut Hyerim yang takut-takut mengangkat wajahnya menatap si adik yang melongo tak percaya.

“APA NOONA BILANG?!” teriak Taehyung memecahkan malam dan Hyerim hanya dapat menutup matanya kala disemprot oleh teriakan Taehyung barusan.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Cho Kyuhyun tengah sibuk berkutat dengan pensil dan buku sketsanya. Tangannya dengan lincah menggambar sesuatu di atas kertas tersebut; sebuah sketsa Kim Hyerim. Entah kenapa hampir beberapa waktu terakhir ini, Kyuhyun kerap kali menemukan siluet Kim Hyerim dalam benaknya. Pria bermarga Cho itu mengusap rambutnya gusar. Dirinya sadar betul bahwa Hyerim adalah calon istri Luhan. Tidak seharusnya dirinya seperti ini.

Hyung.” Suara panggilan khas Luhan menerobos telinga Kyuhyun. Dengan gesit dirinya menaruh sketsa Hyerim di laci meja kerjanya, sampai batang hidung Luhan pun muncul di ruangan kerjanya.

“Oh? Luhan? Ada perlu apa?” 

Luhan langsung saja duduk di kursi hadapan Kyuhyun, lalu menjawab: “Dua hari lagi aku akan menikah. Nenek dan Ibu baru memutuskan tanggalnya barusan.”

Entah kenapa Kyuhyun merasakan sebuah rasa sesak saat mendengarnya. Diusahakan olehnya lidah tak bertulang tersebut berbicara meskipun sulit.

“Oh … selamat.” Kyuhyun tersenyum dan Luhan melakukan timbal balik yang sama. “Jadi apa yang bisa aku bantu?”

Disandarkan oleh Luhan punggungnya ke kursi tempat dirinya duduk. “Ya aku ingin makanan di pernikahanku nanti berasal dari restoranmu, Hyung. Itu saja.”

Kyuhyun pun mengangguk. “Baiklah.” Lalu dirinya disibukan kembali oleh kertas-kertas yang ada di meja kerjanya.

Luhan pun mulai beranjak dari tempatnya. Saat dirinya sudah menata langkah keluar, terdengar Kyuhyun menanyakan sebuah pertanyaan untuknya.

“Di mana kau mengenal Hyerim? Sudah berapa lama kalian berhubungan?”

Hanya ditolehkan oleh Luhan sebagian wajahnya, kemudian dirinya menjawab: “Dia adalah putri dari pekerjaku. Dan aku tidak menghitung sudah berapa lama kami berhubungan.” 

Kembali langkah demi langkah Luhan tercipta meninggalkan ruangan Kyuhyun. Sementara pemuda Cho itu hanya mengangguk mafhum.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Kwon Nara memang sudah kepalang penasaran dengan apa yang terjadi pada malam saat Hyerim mabuk. Dirinya terus mengintrogasi sahabatnya itu dengan beribu pertanyaan, membuat Hyerim ingin sekali menyumpal mulutnya.

“Jadi kau benar memiliki kekasih?” 

Hyerim mengangguk sambil pura-pura fokus pada buku pelajarannya. Keduanya sedang berada di halaman Universitas Kyunghee.

“Dan kau akan menikah secepatnya dengan Luhan?”

Hyerim mengangguk lagi, tampak Nara memasang tampang tak percaya dan menghela napas frustasi. 

“Kau yakin akan menikahinya? Menikahi seorang monster?!” seru Nara.

Hyerim membuang napasnya dan menurunkan buku yang sedari tadi pura-pura ia baca. 

“Kwon Nara! Cinta itu datang begitu saja, ‘kan? Jadi tidak ada yang tahu kapan kita akan jatuh cinta ….”

“Ya, aku tahu. Tapi kenapa harus dengan Luhan?!” potong Nara frustasi. “Dia itu monster, Hyerim! Monster!”

“Dia bukanlah monster, dia itu pangeran.” 

Sungguh rasanya Hyerim ingin menampar keras mulutnya kala melontarkan kalimat yang berhasil membuat seorang Kwon Nara melongo.

Bagus, Kim Hyerim, mulutmu perlu dicuci sepuluh kali sehari karena akan terus memuji si bajingan sialan itu.

“Jadi … kau benar-benar mencintainya?”

Hyerim membuang arah pandangnya. Lagi-lagi tidak mungkin dirinya mengatakan memiliki kontrak dengan si monster gila tersebut pada sahabatnya.

Kemudian Nara teringat sesuatu. “Tapi kemarin kau mengajak minum-minum karena Luhan menawarkan sesuatu tapi saat kutanya kau cuma jawab; ‘hal gila, jadi kau tidak perlu tahu’.” Tampak sang sahabat mengelus dagunya. 

Membulat lha netra Hyerim segera ke arah Nara. Heh gila! Kenapa dia lupa bahwa kemarin dirinya frustasi diajak menikah kontrak dan minta ditemani Nara untuk minum? Untung saja dirinya tidak bilang alasan minumnya itu karena—

“Dan saat mabuk kau mengatakan menikah kon—… aku lupa, menikah apa … ya.”

—oh sial! Mulutnya saat mabuk nyatanya ember besar! Panik lha Hyerim seketika, benaknya sedang berputar mencari dalih. 

“Kontrak!” pekik Hyerim, membuat Nara menatapnya dengan alis bertemu di tengah. Hyerim meneguk ludah, telapak tangannya keringat dingin. “Aku akan jujur!” sergah Hyerim kemudian menunduk dalam dan melanjutkan tanpa menatap sahabatnya, “Luhan dan aku aslinya sudah berpacaran dari lama tapi kami menutupinya. Maka dari itu aku berani menamparnya. Iya, sih, akting tidak tahu itu ayahku tapi tetap saja keterlaluan! Namun, dasar monster gila, biar tetap menyembunyikan hubungan, dia malah memecat ayahku!” 

Mulut Nara terbuka mendengar penuturan Hyerim yang sedang meremas ujung bajunya. 

“Lalu dia bilang, anggap saja menikah kontrak dengannya biar aku tidak khawatir biaya untuk Ayah dan Taehyung karena akan dia bayarkan dibanding aku jadi tulang punggung keluarga karena dia khawatir akan kondisiku yang bakal drop kalau kuliah sambil kerja.” Hyerim mulai berani mengangkat kepalanya dan nyengir kepada Nara yang setia melongo. “Sinting, ‘kan pacarku? Melamar sambil bilang anggap saja kontrak.”

“Wow!” komentar Nara, akhirnya lalu makin mendekat kepada Hyerim dengan binar ingin tahu. “Kalian bertemu di mana? Kok bisa saling suka? Kenapa dirahasiakan segala? Siapa yang duluan menyatakan perasaan? Kau—” Hyerim langsung buang muka dan tidak berniat menjawabnya. 

Aduh, mau mati saja rasanya. Hyerim merutuk dalam hatinya yang menangis. 

“Hyerim-a.” Nara mulai merajuk sambil menarik-narik lengan kanan Hyerim tatkala sang sahabat tak meresponsnya.

“Aku harus pergi.” 

Hyerim langsung berdiri dan bergegas pergi dari sana. Tidak peduli Nara sudah memanggilnya terus-menerus. Langkah kaki Hyerim membawa gadis berumur 21 tahun tersebut ke halte. Sepersekian detik berlalu, sebuah bus yang sesuai jurusan menuju Rumah Sakit Yanggu pun muncul, langsung saja dilayangkan oleh Hyerim kakinya memasuki bus tersebut. Sekon berlalu tanpa terasa, Hyerim sampai ke rumah sakit yang merawat ayahnya. Setelah turun dari bus, Hyerim melangkah cepat menuju bangunan bercat putih tersebut.

Kala Hyerim menyeberangi pembatas antara dunia luar dan Rumah Sakit Yanggu, bau obat-obatan menyeruak masuk ke hidungnya. Alat berjalannya pun mendorong tubuh Hyerim menuju kamar inap VIP di rumah sakit tersebut. VIP? Ya, Luhan sudah menunaikan janjinya untuk membayar biaya pengobatan Ayah Hyerim.

Rasanya jantung Hyerim sedikit akan copot saat melihat sosok adiknya di sana. Hyerim tahu pasti Taehyung datang kemari, tapi kenapa harus dengan tampang dongkol dan berkacak pinggang dan tatapan tajamnya?

Noona! Jadi calon suamimu yang membayarkan administrasi sekolah serta pengobatan ayah?” sembur Taehyung. Hyerim hanya menggigit bibir bawahnya resah. “Jawab aku!” bentak Taehyung, hal tersebut berhasil membuat Kim Hyunseok terbangun dan memandang dua malaikat kecilnya heran.

“Kalian kenapa?” Suara lemah dan lembut Tuan Kim terdengar. Taehyung langsung menoleh pada ayahnya dan Hyerim masih resah dengan memainkan kuku-kuku jarinya.

“Ayah! Hyerim Noona akan menikah! Dan aku rasa itu semua karena uang!” seru Taehyung membuat Hyerim membulatkan mata serta mulutnya. 

Taehyung benar-benar tepat pada sasaran! Sementara Tuan Kim hanya memandang shock putra serta putrinya bergantian.

 “Benarkah itu Hyerim?”

Hyerim langsung menggeleng kuat. “Tidak! Aku … aku memang mencintainya ….” Hyerim menggerak-gerakkan matanya resah. 

Sang ayah hanya tersenyum. “Siapa gerangan lelaki tersebut?”

Hyerim menunduk dan meremas kuat ujung kemejanya. Baiklah, tidak ada pilihan lain selain mengatakannya pada ayahnya.

“Lu .. han …,” ucap Hyerim sangat pelan.

“Apa?!” seru Tuan Kim, tak percaya. “Kamu … mencintainya?” tanyanya lambat-lambat.

“Tentu saja karena uang!” sela Taehyung, membuat Hyerim menatapnya bengis.

“Aku mencintainya, sungguh …” Hyerim mengatakan hal tersebut sambil menunduk, takut pancaran kebohongan itu tercetak jelas bila ayahnya memandangnya.

“Bukannya dia seperti monster?” tanya sang ayah masih dengan nada lembutnya dan ditanggapi anggukan mantap Taehyung.

Hyerim mengangkat wajahnya dan tersenyum penuh arti. Lantas berkata. “Bagaikan monster yang terjebak dalam tubuh pangeran. Itulah Luhan. Aku mencintainya.” Jawaban mantap Hyerim membuat kedua pria tersebut bungkam seribu bahasa.

Aku …. Ngomong, apa sih?

Hyerim pucat bukan main setelah mengatakannya. Lalu tak lama kemudian, Taehyung terbahak. 

“Bagaikan monster yang terjebak dalam tubuh pangeran. Hahahahaha!!! Noona, kocak sekali! Menjijikkan, tahu, bilang saja karena uang—”

Maniknya dipejamkan sejenak oleh Hyerim sebelum berteriak keras, “KUBILANG BUKAN KARENA UANG!” Membuat Taehyung bungkam dan menatapnya kaget, ayahnya pun menatapnya sama kagetnya. 

Hyerim mengambil napas. “Baiklah, aku akan jujur,” tukasnya. “Sebenarnya aku pernah bertemu dengan Luhan di luar tempat kerja Ayah dan saling suka. Kami merahasiakan hubungan kami makanya aku berani menamparnya kemarin tapi—” —wah Kim Hyerim, kau kalau jadi novelis, oke juga, “—karena Luhan sudah menekankan untuk berperilaku ‘tidak kenal’ maka dia malah memecat Ayah segala. Aku kesal dan mendatanginya lalu menceritakan kondisi Ayah serta biaya sekolah Taehyung yang menunggak. Aku bilang kasih aku pekerjaan di restorannya agar bisa jadi tulang punggung kalian. Tapi sebagai pacar, Luhan khawatir aku drop bila kerja sambil kuliah, maka dari itu dia melamarku dan mengatakan akan membiayai kebutuhan hidupku. Aku mau menolak, tapi aku bisa apa? Aku juga mencintainya, aku mau hidup bersamanya, seburuk apapun pandangan orang padanya.”

Usai menuntaskan fiksi dari mulutnya, Hyerim menunduk sambil memainkan kukunya. Sedangkan dua lelaki yang mendengarkannya cuma bisa tertegun.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Gadis bersurai panjang itu tampak menunduk sambil berjalan di trotoar. Dirutukinya perkataan tidak masuk akalnya tadi kepada ayah serta adiknya. Hyerim pun perlahan mengangkat wajahnya menatap langit yang lumayan cerah.

“Monster yang terjebak dalam tubuh pangeran apanya?! Yang ada pangeran yang dikutuk menjadi monster! Akh! Luhan bajingan! Aku harus menodai mulutku dengan kata-kata menjijikkan bahkan membual segala!” Hyerim berteriak-teriak membuat para pejalan kaki menatapnya heran.

Saking larut akan sumpah serapahnya pada Luhan, Hyerim tidak memperhatikan sebuah mobil berjalan mendekatinya dan perlahan sampai di sebelahnya. 

“Kukutuk, kau, Lu—” Ucapan tersebut berhenti di tengah jalan saat seseorang dari mobil bermerk renault clio berwarna biru itu menyeretnya masuk ke mobil secara paksa.

Hyerim hanya membelalakkan matanya melihat kumpulan lelaki berjas hitam tersebut. Apa-apaan ini? Apakah dirinya diculik? Bila ya, sebelum dirinya harus disiksa oleh para penculik ini, setidaknya biarkan dirinya menampar kembali wajah Luhan bila bisa sampai wajah dingin itu tak berbentuk lagi. Laju mobil kian terdengar menuju ke suatu tempat. Hyerim berusaha memberontak dari cekalan tangan kedua pria di kanan-kirinya. Tapi apa daya, seorang gadis tidak bisa melawan dua pria tersebut.

Hyerim hanya meneguk ludah takut karena mulutnya daritadi dibekap oleh sebuah sapu tangan. Keringat dingin mulai bercucuran. Sampai mobil tersebut berhenti di sebuah pekarangan, Hyerim menolehkan kepalanya ke segala penjuru, mencari tahu di mana dirinya kini. Sampai orang-orang yang membawanya menarik Hyerim paksa memasuki bangunan megah berinterior Eropa bercat putih tersebut.

Hyerim memberontak dengan berbagai cara, tapi yang terjadi malahan dirinya di dorong masuk ke sebuah ruangan di dalam bangunan tersebut. Tubuh mungilnya terhempas jatuh di atas lantai kayu tersebut. Bangunan dalamnya sangat kontras dengan bangunan luar yang bernuansa Eropa. Dalam bangunan rumah tersebut berinterior khas Korea.

Hyerim pun bangun dan menggedor-gedor pintu yang dikunci barusan. 

“Hei! Keluarkan aku! Apa salahku?!” seru Hyerim, ketakutan.

“Oh kau datang juga ….” Sebuah suara terdengar membuat tubuh Hyerim makin kebanjiran keringat dingin. Hyerim menoleh dengan takut, lalu mengangkat wajahnya. “Maaf ya … bila mereka agak kasar padamu.”

Oh! Ya Tuhan! Hyerim hanya membuka lebar mulutnya kala melihat Nenek serta Nyonya Lu duduk bersila di atas bantal, khas tradisi Korea, tepat di hadapannya. Keduanya tersenyum manis. Sementara Hyerim tersenyum kikuk, lalu membungkuk 90 derajat.

Annyeong haseyo …,” sapa Hyerim kemudian mengangkat wajahnya. 

“Tak perlu sok manis lagi sekarang, lihatkan wujudmu yang sebenarnya di hadapan kami,” ucap ibu Luhan, membuat Hyerim meneguk ludah takut.

Apa yang akan terjadi padanya beberapa sekon selanjutnya?

“Duduklah …,” titah Nenek Lu. 

Hyerim mengangguk dan duduk di atas bantal di hadapan dua wanita tersebut, kepalanya masih setia menunduk lantaran takut.

Aduh! Jangan-jangan sesuatu hal buruk akan terjadi, gumam Hyerim dalam hati sambil memainkan kuku-kuku jarinya resah.

“Jadi namamu benar Kim Hyerim?” Nenek mulai mengintrogasi dengan tatapan menyelidik.

“Y … ya,” jawab Hyerim, gugup.

“Kau masih mahasiswa?” tanya Nyonya Lu yang menatap Hyerim serius.

“I … ya …”

“Jurusan apa? Kuliah di mana?” 

“Emmm …, jurusan Sastra Inggris, Eommonim,” Hyerim berani mengangkat kepalanya setengah, dan menatap kedua orang tersebut takut-takut, “saya berkuliah di Universitas Kyunghee.”

“Kyunghee? Lumayan juga.” Nenek Lu bergumam sambil mengangguk. “Apa pekerjaan ayahmu?” Pertanyaan tersebut membuat Hyerim membulatkan mata dan menggigit bibir bawahnya. 

Bagaimana bila mereka tahu bahwa Hyerim ….

“Ayahku bekerja di restoran naungan Lu Industries,” jawab Hyerim lambat-lambat.

“APA?!” Seruan tersebut yang disertai mata melotot berhasil membuat kelopak mata Hyerim tertutup sempurna lantaran takut.

“Jadi … kau kencan dengan Luhan karena sering menjemput ayahmu?” tanya Nyonya Lu. 

Hyerim hanya mengangguk, walau nyatanya sekali menjemput ayahnya malah terjadi hal bar-bar. 

“Berapa lama kalian menjalin hubungan?” sembur Nenek Lu dengan tatapan mata membulatnya dan wajah tak santainya.

Hyerim menggigit bibir bawahnya keras. Aduh. Melakukan kebohongan memang hal yang sangat sulit dan terasa sangat terbebani apalagi hari ini ia terus melakukannya.

“Emmmm … emmm …. Aku tidak menghitungnya.”

“Apa?!” seru Nenek Lu terasa aneh. Ahhh … Hyerim ingin sekali rasanya melarikan diri dari tempat itu segera. “AHHHH!!!! AKHIRNYA LUHAN MENEMUKAN CINTA SEJATINYA!”

BRUK!

Jeritan heboh Nenek Lu membuat Hyerim terkejut dan tubuhnya terjatuh ke belakang dan bertumpu pada sikunya. Wajah antusias ibu dan nenek Luhan tersebut membuat Hyerim membuka mulut lebar.

“AHH GADIS SEDERHANA, BUKAN SEORANG GADIS BAYARAN! INI BAGUSS!” seru ibu Luhan yang kelewat berlebihan sambil mendekati Hyerim dan menarik Hyerim agar duduk benar kembali. Tapi tampang melongo gadis Kim tersebut belum pudar. “Hyerim, ahhh … kau menantu idamanku ….” Ibu Luhan mulai bergelayut manja di lengan Hyerim sambil menaruh kepalanya di bahu Hyerim dengan sikap manja, membuat Hyerim menampilkan senyum risih.

“Akhirnya Luhan mau jatuh cinta dengan gadis sepertimu.” Nenek Lu mendekati Hyerim dan memeluk gadis tersebut sangat erat membuat Hyerim terbatuk-batuk. “Kau tahukan dua hari lagi kalian menikah?”

Mendengar pertanyaan itu membuat Hyerim membuka mulut lebar dan berseru: “Hah?”

“Masa kau tidak tahu ….”

“Nenek! Ibu!” Seruan Luhan memotong ucapan ibunya. Ketiga perempuan itu berbalik ke belakang dan mendapati sosok tubuh Luhan berdiri sambil menghela napas dan disertai tatapan dinginnya. “Kan sudah kubilang, aku yang akan memberitahu Hyerim serta mengajaknya ke rumah. Jangan main menculiknya!”

“Siapa juga menculiknya?” seru Nenek Lu sambil menatap tak suka Luhan dan memalingkan wajah sebal dari cucunya itu. Hyerim hanya nyengir, lantaran apa yang dikatakan Luhan benar mengenai penculikannya tersebut.

“Intinya jangan seperti ini lagi. Hyerim, ttrahae (ikut aku),” ucap Luhan datar sambil menarik paksa Hyerim dan membawanya pergi dari sana.

“Hei! Luhan! Dasar tengil!” teriak sang ibu serta nenek.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Setelah melewati beberapa kesunyian yang tercipta dalam mobil Luhan. Hyerim pun akhirnya bisa duduk di hadapan pria tersebut tepat di ruang makan rumah Luhan. Hyerim tampak pura-pura sibuk dengan kuku jarinya dan Luhan tampak menulis sesuatu di atas kertas.

“Ini!” Luhan pun akhirnya mengangkat kepala dari kertas tersebut dan menyerahkannya pada Hyerim. Gadis Kim itu meraihnya dan lantas membaca sederet tulisan tangan Luhan. “Itu kontrak yang akan kita jalani. Dan aku sudah tanda tangan di sana, tinggal dirimu.” Luhan melempar satu pulpen ke arah Hyerim, membuat gadis itu mengumpat kesal.

Hyerim membaca rinci kontrak tersebut, barangkali ada satu hal yang merugikan dirinya. 

“Pernikahan ini berakhir bila situasi sudah memungkinkan, tidak boleh memberitahu kontrak ini pada siapapun, bersikap layaknya suami-istri normal hingga perceraian nanti, tidak boleh melakukan hubungan intim satu sama lain dan dilarang keras jatuh cinta ….” 

Hyerim membuka lebar mulutnya membaca poin terakhir, lantas tertawa keras.

“Siapa juga yang mau berhubungan intim dan jatuh cinta padamu, ahahaha …,” gelak Hyerim. Luhan hanya memandang datar dirinya.

“Cepat tanda tangani saja!” titah Luhan, dingin. 

Hyerim hanya memberengut kesal dan mengambil pulpen yang tadi Luhan lemparkan padanya, lalu mulai menorehkan sebuah tanda tangan di atas kertas tersebut.

“Baiklah, kontrak kita sah sekarang,” ujar Luhan lalu menatap dalam Hyerim yang balas menatapnya. “Ingat, kau tidak boleh jatuh cinta padaku.” Luhan pun berdiri disertai senyum miringnya, sekon yang akan datangnya Luhan pun pergi meninggalkan Hyerim yang mendengus lantaran ucapannya.

“Sampai kapanpun tidak akan pernah aku jatuh cinta pada monster tak punya hati sepertinya!”

Beberapa detik kemudian, Luhan kembali menampakkan kepalanya dan menatap Hyerim dengan senyum masam. 

“O, ya, aku nyaris lupa,” tukas Luhan. Hyerim memandangnya dengan tanda tanya. “Ayo siap-siap. Kita harus ke studio foto untuk pre-wedding photoshoot sekalian juga ke butik untuk fitting baju. Ini dijadwalkan oleh Ibu dan Nenek. Berakting yang baik saat pemotretan karena Ibu dan Nenek akan hadir melihatnya.” 

Mendadak perut Hyerim rasanya kram membayangkan berpose romantis bersama Luhan.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Setelah fitting baju, calon pengantin tersebut segera melakukan pemotretan. Foto-foto mereka akan ditampilkan besok di pernikahan. Jarak butik dan studio foto cuma lima belas menit karena berada di kompleks pertokoan yang sama. 

Selesai didandani, Hyerim mengangkat gaunnya dan berjalan perlahan dengan heels menuju tempat pemotretannya bersama Luhan yang sudah didandani juga bersama setelan tuxedonya. Seperti kata Luhan, Ibu dan Nenek ada di studio dengan wajah antusias. 

“Tuan Lu dan Nona Kim, jangan tegang, rileks saja lalu Tuan Lu coba tangannya memeluk pinggang Nona Kim—aduh! Jangan tegang begitu, Tuan, rileks, itu calon istri Anda yang dipeluk pinggangnya. Nona Kim juga rileks. Oke, lumayan. Satu, dua, tiga, kimchi!”

“Nah sekarang coba, Nona Kim mengalungkan tangan di leher Tuan Lu. Iya begitu, wajahnya tidak usah gugup, Nona, senyumnya juga. Tuan Lu, senyum, jangan datar begitu. Sip! Satu, dua, tiga!” 

BLITZ

Terus-menerus fotografer memberikan arahan untuk gaya ala pasangan. Beberapa kali Luhan dan Hyerim tampak gugup; tidak ada kemistri namun berusaha berakting maksimal di depan Ibu dan Nenek. 

Kali ini, fotografer memerintahkan keduanya saling berhadapan dan berpandangan dengan ekspresi jatuh cinta. Baik Luhan dan Hyerim sudah mengatur posisi, pun sang dara mendongak menatap Luhan dengan tatapan lembutnya dan Luhan pun balas menatapnya; tatapan keduanya bertemu. 

Lagi-lagi, Luhan terbius dengan netra lembut sayu milik Hyerim yang kembali menguncinya dengan tatapan milik seseorang di masa lalunya. Posisi keduanya saat ini mengingatkan Luhan yang dulu juga saling berhadapan dengan pemilik tatapan yang mengingatkannya tiap kali ia bersipandang dengan Hyerim, dan si pemilik tatapan itu dulu mengecup pipi Luhan tatkala keduanya saling berhadapan dan berpandangan seperti ini.

“Heh! Kau sedang apa!” tegur Hyerim, tiba-tiba dengan setengah berbisik, menyadarkan Luhan yang dari tadi melamun. 

Netra Luhan mengerjap, baru sadar dirinya mencondongkan wajah—lebih tepatnya pipi kanannya—ke wajah Hyerim: seakan minta dicium.

Sinting, kau, Luhan. Karena kenangan pipimu dicium oleh ‘orang itu’, kau malah berpose seakan mau dicium juga sekarang oleh gadis beringas ini!, gerutu Luhan dalam hati, merasa tolol. 

Belum sempat Luhan membenarkan posisinya, ibunya berkomentar:

“Ah! Luhan improvisasi gaya! Dirinya mau gaya di mana pipinya dicium Hyerim!”

Kontan membuat dua calon pengantin itu menatap beliau dengan mata membulat. 

“Ah! Bagus juga! Ayo cium, cium!” Nenek mengompori. 

Hyerim langsung meneguk ludah dengan wajah pucat. Luhan—yang masih berpose layaknya minta dicium pipi—sama pucatnya dan tak tahu harus bagaimana. 

Fotografer Park menyungging senyum dan membidik kameranya. “Ayo, Nona Kim, cium calon suamimu,” pintanya membuat Hyerim ingin pingsan mendadak.

Sembari menatap Luhan kikuk, Hyerim tersenyum paksa. “Eummm … aduh …. Ini disuruh, oke?” bisiknya. 

Kemudian—

Cup!

BLITZ!

—Hyerim menyarangkan ciuman di pipi kanan Luhan dibarengi oleh blitz kamera yang menandakan adegan itu diabadikan dalam potret dimensi. Nenek dan Ibu memekik girang. Fotografer Park tampak puas akan hasil foto yang ia lihat di kameranya. Sedangkan Hyerim buru-buru memangkas spasi menjauh dari pipi Luhan kemudian buang muka sambil menutupi mulut dengan punggung tangan kanannya. 

Di sisi lain, Luhan, orang yang diberikan kecupan sekilas itu bergeming. Hatinya … apakah berdesir? Dengan kosong, Luhan menatap Hyerim yang masih buang muka sambil menutupi mulutnya. 

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Rasanya tanggalan di kalender cepat sekali berubah. Angka-angka tersebut seakan berlari untuk lebih dahulu menampakan diri dan membuat dua puluh empat jam serasa hanya satu menit lamanya. Hari ini, ya, hari ini. Pernikahan Hyerim dan Luhan pun terlaksana. Walau serba dadakan, pernikahan ini bisa dibilang tertata sempurna. Beberapa hari lalu, Luhan berhasil menaklukan ayah Hyerim untuk mendapatkan izin menikahi kekasih kontraknya itu dengan embel-embel ‘izinkan saya menjaga putri Ayah ke depannya’. Bahkan Nenek dan Ibu Luhan yang saat ini berada di barisan tempat duduk paling depan, terlihat sangat antusias. 

Hyerim tampak meremas gaun pengantinnya dan menggigit bibir bawahnya resah. Huh … apakah menikah segugup ini? Hyerim menggeleng kuat. Kenapa lagi-lagi dirinya seakan menghayati perannya ini? Bertatap muka dengan Luhan saja tidak sudi apalagi menikah sungguhan.

“Putriku memang sangat cantik,” puji Tuan Kim, Hyerim yang merasakan kehadiran ayahnya lantas menoleh dan tersenyum. Walau sedang sakit, Tuan Kim memaksa untuk mendampingi anaknya menikah hari ini.

“Hyerim, kau sangat cantik! Aku jadi iri.” Nara pun muncul di belakang ayah Hyerim. 

Gadis Kim tersebut hanya tersenyum simpul. Di sana juga ada Taehyung yang tampak memasang wajah sangat dinginnya.

“Baiklah, sekarang,” Ayah Hyerim menyodorkan tangannya, “ayo.” Lalu Hyerim pun melingkarkan tangannya pada tangan ayahnya.

Acara perjanjian suci itu pun dimulai. Nenek serta ibu Luhan memandangi Hyerim dengan tampang antusias yang berlebihan seperti biasanya. Dan Luhan sudah berdiri dengan manisnya di altar, entah apa yang salah dengannya hari ini. Luhan merasakan gejolak aneh dari hatinya melihat penampilan Kim Hyerim hari ini. Untuk kedua kalinya, Luhan terpana melihat paras ayu tersebut dipolesi makeup natural.

Ahh … mungkin karena makeup, ya pasti karena makeup!, ujar Luhan dalam hati berusaha mengontrol diri namun cuplikan di mana pipinya dicium oleh si calon istri kembali muncul di benaknya. Sial, Luhan, lupakan kejadian itu! Anggap itu aib!. Setelah merutuk demikian, Luhan kembali berhasil mengontrol dirinya.

Dan tak jauh dari sana, Kyuhyun juga terpana melihat si mempelai wanita yang tampak cantik hari ini. Jantungnya tampak berdentum keras, tapi saat pandangannya terarah ke depan, jantungnya seakan berhenti berdetak dan menyadarkannya pada realita. Gadis yang membuat pacuan jantungnya berdetak diambang tak normal tersebut akan menikah dengan lelaki lain.

“Ada apa denganmu Cho Kyuhyun?” gumam Kyuhyun pelan sambil menutup mata dan menghela napasnya.

Akhirnya momen yang ditunggu-tunggu pun datang. Saat tangan Hyerim meraih tangan Luhan dan bersama-sama menaiki altar. Keduanya menghadap Sang Pastor yang mulai menanyakan perihal kesediaan keduanya menjadi sepasang suami-istri hingga maut memisahkan. Walau dalam hati mengganjal perasaan keberatan, kedua bibir manis tersebut menjawab bersedia melakukannya. 

“Selanjutnya, acara pertukaran cincin ….”

Luhan tampak menghela napasnya sesaat, kemudian meraih satu cincin berlian sederhana dari atas baki yang dibawa oleh seorang perempuan yang merupakan salah satu kerabatnya. Lantas diambilnya tangan kanan Hyerim dan perlahan tapi pasti, Luhan menyematkan cincin tersebut pada jari manis Hyerim. Setelah itu, Hyerim melakukan hal yang sama walau harus menggerutu kenapa untuk yang pertama kalinya dirinya merasakan sebuah pernikahan harus dengan manusia kulkas seperti Luhan?

Tepuk tangan pun terdengar sampai akhirnya pastor pun kembali angkat bicara. “Untuk mempelai pria silahkan mencium mempelai wanita.”

Glek!

Kedua orang yang baru beberapa detik lalu terikat janji sehidup-semati itu menelah ludah bersamaan. Namun sampai beberapa detik berlalu, Luhan tak kurun jua mendekatkan wajahnya ke arah Hyerim. 

Kesal, Hyerim menarik ujung tuksedo Luhan; kode agar lelaki itu melakukannya sekarang juga lalu mengakhirinya.

“Bodoh, cepat lakukan!” Mulut Hyerim bergerak sambil mendesiskan kalimat tersebut pada Luhan.

Akhirnya, Luhan memilih mendekatkan wajahnya terlebih dahulu pada Hyerim, tinggal beberapa jengkal hingga bibir keduanya bersentuhan, tapi, Luhan memberhentikan lajunya.

“Asal kau tahu, ini ciuman pertamaku …,” bisik Luhan

“Ini juga yang pertama untukku!” desis Hyerim. “Sebenarnya aku tidak ingin memberikan ciuman pertamaku pada sembarang orang! Apalagi monster sialan sepertimu!”

“Begini-gini juga aku ini tampan!” Ucapan Luhan tersebut membuat Hyerim memandangnya datar. “Hei! Ayo cepat lakukan!” Hyerim tampak mengangkat sebelah alisnya.

“Jadi kau ingin aku yang menciummu duluan begitu? Pantas saja tadi kau diam dulu!”

“Kalau aku yang menciummu duluan, nanti dirimu jatuh cinta padaku.” 

Sungguh kata-kata yang konyol sampai ingin sekali Hyerim berteriak sebal pada Luhan saking percaya dirinya lelaki tersebut.

“Konyol,” dengus Hyerim, “kalau aku menciummu duluan, kau akan pingsan saking berdebarnya jantungmu,” tukas Hyerim. 

Gantian Luhan yang mendengus. “Mana ada? Kau sepertinya juga tidak tahu caranya berciuman.” Nada dan mimik Luhan tampak merendahkan, membakar Hyerim pada rasa kesal dan tertantang.

“Tidak tahu caranya berciuman? Oke! Silakan tarik kata-katamu setelah ini!” seru Hyerim masih dengan nada pelannya. Dan detik berikutnya, para undangan melongo tak percaya lantaran pengantin wanitalah yang main nyosor mencium pengantin pria.

Ya, Hyerim dengan amarah yang terpendamnya, mencium bibir Luhan dan melumat kasar bibir pria tersebut. Luhan yang tak terima main disosor begitu saja dengan ciuman kasar, jadi tertantang, ia membalas ciuman Hyerim dengan brutal dan lama-kelamaan ciuman tersebut berubah menjadi ciuman yang penuh dengan lumatan-lumatan dari satu sama lain diiringi dengan perang lidah serta decakan. Membuat para undangan tambah shock di tempat.

“Wah! Hahahaha. Ciuman yang sangat dahsyat dari acara pernikahan manapun …. Hahaha. Kalian pasti akan menjadi pasangan yang bahagia serta harmonis,” ucap Sang Pastor dengan tawa renyahnya. 

Pagutan antara bibir Luhan dan Hyerim tak kunjung selesai, keduanya tidak mau mengalah di ‘perang’ menyerbu bibir satu sama lain. Namun, sekonyong-konyong, Luhan menggigit bibir bawah Hyerim keras hingga si gadis memekik sebelum melanjutkan menyerbu bibir manis Hyerim dan mengabsen satu-persatu gigi sang gadis sampai akhirnya Hyerim ‘kalah’ ketika dirinya kehabisan napas tidak bisa mengimbangi permainan Luhan.  

Dasar monster sialan!, rutuk Hyerim dalam hati setelah akhirnya Luhan melepaskan ciuman panas tersebut sambil tersenyum miring yang membuatnya dihadiahi tatapan tajam dari sang istri.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Setelah acara pernikahan konyol tersebut. Kedua pengantin baru itu pun diberi kesempatan untuk berbulan madu. Sebenarnya tidak terbesit di antara keduanya melakukan bulan madu. Namun, besoknya setelah keduanya menikah, Nenek serta Ibu langsung memberikan tiket menuju Pulau Jeju untuk berbulan madu. 

Sekarang, Hyerim serta Luhan sedang berada di villa milik Luhan. Hyerim sedang duduk di kursi yang tersedia di halaman belakang, gadis tersebut tampak mengerucutkan bibirnya sambil meneguk setengah habis jus jeruknya. Dan Luhan hanya memasang wajah dinginnya disertai segelas jus jeruk ditangan kanannya.

“Membosankan! Aku tidak mau di sini!” seru Hyerim membuat Luhan menoleh datar padanya.

“Lagi pula aku tidak memaksamu ikut, ‘kan.” 

Hyerim mendengus. “Bila aku tidak ikut, kedok kita akan terbongkar, bodoh!” 

Luhan menaruh gelasnya di meja bundar yang terdapat di sana. Lelaki itu memasukan kedua tangan ke saku celananya dan tampak memikirkan sesuatu. Sementara Hyerim yang sudah meneguk habis jusnya, memainkan gelasnya bosan.

Sekonyong-konyong, Hyerim bangkit membuat Luhan menatapnya heran. 

“Aku ingin jalan-jalan karena bosan! Jangan ikuti aku karena aku ingin sendiri,” pungkas Hyerim kemudian hengkang.

Di tempatnya, Luhan mendengus. “Siapa juga yang mau mengikutinya.” 

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Sebenarnya, bosan juga menimpa Luhan. Finalnya, diambil lha sepeda oleh Luhan untuk menjadi kendaraannya mengitari pantai. Dari jauh, punggung Hyerim terlihat, gadis itu tampak sedang memotret sekitar dengan ponselnya. 

“Omong-omong, aku belum balas dendam perihal aku ditampar olehnya,” gumam Luhan sambil memperhatikan Hyerim yang sedang selfie seraya tersenyum lebar. “Aku memang memecat ayahnya setelahnya tapi tamparan itu masih belum dibalas, ‘kan? Setidaknya dia harus jatuh di atas pasir,” tukas Luhan, mulai berapi-api mengingat denyut sakit pipinya tempo itu memancing benaknya mengatur strategi jahat. 

Membungkukkan sedikit badan, Luhan mulai mencengkram pegangan sepedanya, lalu—

“Rasakan ini gadis sial!” 

—digayuh lha sepedanya dengan cepat oleh Luhan, maniknya berapi-api terarah kepada Hyerim yang tidak sadar adanya ‘serangan’.

KRING! KRING! KRING!

“HOI! AWASSSSS, DUNGU!!!” 

Terperanjat lha Hyerim mendengar suara bell sepeda dan teriakan Luhan, kepalanya menoleh ke arah Luhan dengan manik membundar. 

“ARGHHHH!” 

BRUK

Hyerim menjerit dengan mata terpejam dan pasrah saking kagetnya hingga sepeda Luhan menabraknya, membuatnya jatuh di atas pasir pantai setelah terdorong beberapa meter ke depan. 

Netranya sudah dibuka oleh Hyerim, jantungnya masih berdebar kaget dengan napas tersenggal. 

“Ahhh … aduh, sakit,” rintih Hyerim tatkala dirinya ingin berdiri tetapi lututnya menyebarkan rasa nyeri karena sedikit lecet. 

“HAHAHAHA! RASAKAN ITU!” gelak tawa Luhan—yang sudah berada di jauh di hadapan Hyerim dengan sepedanya setelah menabraknya—, terdengar, spontan Hyerim—yang masih jatuh terduduk di atas pasir—menatap punggungnya beringas. 

“HEI! MONSTER SIALAAAAAAAANNNNNNN!” jerit Hyerim, kian menuai tawa Luhan. 

Di atas sepedanya, Luhan menyungging senyum puas sambil bersenandung dan terus menggayuh sepedanya. 

“Puas sekali. Dendamku tersalurkan,” cetus Luhan, riang

Ketika sedang asyik bersepeda, sebuah pemandangan mengusik Luhan, seorang wanita paruh baya yang sedang menjerit di dekat pantai sambil menunjuk ke tengah pantai lalu wanita ini mencegat sepeda Luhan sampai rem mendadak dengan tubuh agak terlonjak terjadi pada Luhan. 

“Tolong! Anak saya tenggelam! Tolong!” pinta sang wanita dengan wajah memelas dan pias. 

Aslinya, Luhan ingin lalu saja dan membiarkannya, dirinya pun cuma memandang risih wanita di depannya sekarang dan ia hendak menggayuh pergi sepedahnya dari hadapan wanita ini.

“Kumohon, Nak. Selamatkan anak saya, saya tidak mau dia mati, saya tidak bisa berenang.” Permohonan wanita ini sekonyong-konyong membuat Luhan tertegun, benaknya berjalan mundur. 

“Kumohon, Dokter. Selamatkan ayah saya, saya tidak mau beliau mati, saya tidak bisa menyelamatkannya, saya mohon. Huaaa ….”

Memori pahit itu malah berputar di otak Luhan. Ibu ini mengingatkannya pada dirinya yang dulu, kontan membuatnya menggigit bibir bawahnya. 

“Sial,” desis Luhan lalu turun dan melempar sepedanya begitu saja, kemudian ia pun berlari menuju ujung pantai dan menyatukan badannya dengan air laut; berenang menuju anak kecil yang tenggelam. 

Anak lelaki yang tenggelam sudah Luhan gendong, namun arus pantai mempersulit Luhan untuk kembali. Sialan, dirinya kesusahan menggerakkan badannya. 

“LUHAN!!!” 

Eh? Siapa itu yang menjerit? Kim Hyerim? 

Ya, benar, itu Hyerim yang menjerit. Perempuan itu tengah berlari menuju dirinya lalu ikut menyatukan badannya dengan air laut. 

Membulat lha netra Luhan karena pasalnya—

“Gadis itu berniat membantuku atau apa? Rasanya dia tidak bisa berenang tuh?” gumam Luhan, heran. 

—Hyerim terlihat kesulitan; gerakan badannya memperlihatkan betapa gadis itu tidak bisa berenang. 

“Uhuk! Luhan! Jangan mati! Aku juga tidak bisa berenang, tapi nekat sekali, kau, menyelamatkan orang! Uhuk! Ahhh!! Tolong!”

Sebenarnya yang nekat siapa, sih? Yang tidak bisa berenang juga siapa? Heran sudah Luhan pada Hyerim, menyebabkannya menghela napas. 

Aduh, gadis itu menambah bebanku saja, rutuk si jaka Lu dalam hati.

Beberapa sekon ke depan, mujurnya, air laut mulai ‘damai’ sehingga Luhan dapat berenang tanpa kesulitan. Ia sudah ada di pantai dengan menggendong anak lelaki yang ia selamatkan serta membawa—

Luhan memandang datar Hyerim yang berada di sampingnya dan tengah memeluk pinggangnya dengan netra terpejam. 

—Hyerim yang kesadarannya setengahnya terenggut karena nyaris tenggelam saat menyusulnya di tengah laut. 

“PUTRAKUUU!!!!” Ibu yang barusan langsung menuju Luhan bersama suaminya yang baru saja datang dan sang ayah pun mengambil alih putranya dari Luhan untuk langsung melakukan pertolongan pertama kepada orang yang tenggelam. 

“Nak! Terima kasih!” pungkas ibu putra yang Luhan selamatkan kemudian langsung sibuk menaruh fokus pada suami dan anaknya, Luhan pun tidak merespons dan memperhatikan keluarga tersebut sebab pandangannya jatuh penuh pada Hyerim yang menempel padanya. 

“Hei,” cetus Luhan, menyenggol Hyerim dengan pinggang kirinya. “Kim Hyerim? Kau masih mendengarku, tidak? Kau sadar, ‘kan?” tanya Luhan, ia tahu gadis ini masih siuman meski dari tadi netranya terpejam. 

Tampak kepala Hyerim bergerak menyandar ke bahu Luhan  kemudian dirinya melenguh, “Eunghhh ….” Detik berikut, gadis ini batuk sambil mengeluarkan air dari mulutnya, “Uhuk!” Setelahnya, berangsur manik Hyerim terekspos. 

Tak ayal Luhan mengembuskan napas kelewat lega mendapati Hyerim siuman dan menatap sang dara yang balas menatapnya lemah. 

“Lu—”

“—Kau dungu, ya?” potong Luhan, agak menghardik dengan netra berkilat tak habis pikir. “Kenapa ikut menceburkan diri ke laut kalau tidak bisa berenang? Menambah bebanku saja, bodoh!” maki Luhan, bayangkan betapa kesalnya dirinya karena harus menyelamatkan dua orang tadi padahal harusnya cuma satu. 

Dwimanik Hyerim berkaca-kaca, mengejutkan Luhan karena ia pikir si gadis menangis dimaki olehnya namun—

“HUAAAA!!! KUKIRA KAU TIDAK BISA BERENANG DAN BERNIAT MENYELAMATKAN ANAK KECIL ITU DENGAN MODAL NEKAT! HABIS SAAT IBUNYA MEMOHON PADAMU, KAU KELIHATAN TIDAK MAU MEMBANTU JADI KUPIKIR KAU TIDAK MAU MEMBANTU KARENA TIDAK BISA BERENANG! JADI … SAAT KAU MENYELAMATKANNYA DAN TERLIHAT SULIT KEMBALI KE PANTAI …. AKU … TAKUT … KAU MATI TENGGELAM, BODOH!” 

—nyatanya gadis ini menangis heboh karena khawatir padanya, kontan membuat Luhan termangu serta lebih kaget. 

Dia … mengkhawatirkanku jadi nekat seperti tadi dan nyaris tenggelam?. Luhan menggumam dalam hati, perlahan ia merasakan  hatinya yang dingin seakan ditimpa cahaya mentari kendati cuma sebagian. Apa ini? 

“Hei,” dengus Luhan pada Hyerim yang sedang menggosok-gosok mata kanannya sebab habis menangis. “Kau takut menjadi janda instan kalau aku mati tenggelam?” Menyanggah kehangatan yang mulai menghampiri hatinya, Luhan mencoba bersikap sarkas. 

Kembali Hyerim mendongak, dirinya menatap Luhan jengkel seketika tatkala melihat raut dan kurva mengejek sang jaka. Ia mendorong kuat Luhan yang ada di sampingnya secara kasar sehingga tubuh keduanya tidak lagi menempel. 

“BUKAN BEGITU! AKU HARUS BILANG APA PADA IBU DAN NENEKMU KALAU KAU MATI TENGGELAM? ARGH! SUDAH LHA, MASA BODOH KAU MATI ATAU TIDAK. KENAPA AKU HARUS PEDULI PADAHAL LUTUTKU LECET KARENAMU TADI!” 

Badan Hyerim berbalik, ia melangkah dengan langkah lebar bin jengkel sambil mencebikkan bibirnya, dalam hati ia bergumam, “Kenapa sih aku begitu tadi? Bodoh! Aku nyaris mati karena monster gila itu.” 

To be Continued

DISCLAIMER: ADEGAN KISSING DI PERNIKAHAN TERINSPIRASI DARI FANFIC MARRIAGE WITHOUT LOVE OLEH AUTHOR JUNG KI KI

Hallo, sebenernya di chapter ini aku mau bilang mungkin next chapternya akan lama updatenya. Tapi untuk My Cinderella aku bisa aja cepet karena udah punya naskahnya sampe chapter 7 hanya perlu diedit-edit aja. Kalo beauty and the beast ini bener-bener fresh dan chapter ini aku rasa panjang banget loh! Komennya jangan lupa ya ^^

-sweet regrads, HyeKim-

Author:

❝Because reality is not beautiful like a fiction, but reality can be wonderful more than the fiction.❞ — Luhan's tinkerbell & Shownu's bebe || ©2001

98 thoughts on “Beauty and The Beast Chapter 3 [A Marriage and Honeymoon]

Write ur Love Letter . . . <3