Posted in Chapter, Fanfiction, Marriage Life, PG-17, Romance

Beauty and The Beast Chapter 4 [Honeymoon Bab II]

beautyandthebeastcover

Beauty and The Beast [Chapter 4]

Subtile : Honeymoon Bab II ┘

A Fanfiction Written by :

HyeKim

 Starring With :

-Luhan as Luhan

-Hyerim(OC) as Kim Hyerim

-Kyuhyun Super Junior as Cho Kyuhyun

-V BTS as Kim Taehyung

-Nara Hello Venus as Kwon Nara

Genre : Romance, Comedy, Marriage Life ||  Length : Multi Chapter || Rating : PG-17

Summary : Beauty and The Beast adalah cerita dongeng yang dulu selalu menghiasi masa kecil seorang Kim Hyerim. Hyerim dulu sempat berkata ingin menjadi Belle, si cantik yang jatuh cinta pada beast. Si pangeran yang dikutuk jadi monster. Apa yang akan Hyerim lakukan bila hal tersebut terjadi padanya?

Disclaimer : This is just work of fiction, the cast(s) are belong to their parents, agency, and God. Inspiration from K-Drama ‘Full House’ and J-Drama ‘Itazura Na Kiss : Love in Tokyo’. The same of plot, character, location are just accidentally. This is not meaning for aggravate one of character. I just owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t be plagiat and copy-paste without permission.

WARNING! Rating naik ke PG-17 karena berbagai alasan :v

“Kenapa aku harus di sini bersama makhluk sepertinya?”

HAPPY READING

HyeKim ©2016 

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

PREVIOUS :

Teaser ||  Chapter 1 [Cold-Jerk Man] || Chapter 2 [Contract Marriage?!] || Chapter 3 [A Marriage and Honeymoon] || (NOW) Chapter 4 [Honeymoon Bab II]

Sinar mentari menyapa pagi di kamar sebuah villa. Kamar yang dihuni oleh sepasang pengantin baru itu melihatkan sang istri tengah menghela napas menatap lelaki yang dengan serakahnya tidur di atas ranjang seorang diri.

“Dasar dia …,” gerutu Hyerim dengan nada jengkelnya. Gadis bersurai hitam panjang itu menarik napas, kemudian mengembuskannya.

Tadi malam, Hyerim masih bisa menikmati tidur di ranjang. Walau sebelumnya harus melalui angin dan badai dengan Luhan, dalam artian beradu argumen yang panjang. Karena tak ada energi lagi, Luhan pun memilih mengalah pada akhirnya. Tapi pagi ini, ya pagi ini, Hyerim harus bangun karena kepalanya mencium lantai marmer kamar. Ini disebakan posisi tidur Luhan berpindah menjadi kaki di posisi tempat Hyerim tidur dan menendang gadis Kim tersebut.

“Dia ini olahraga sambil tidur apa? Posisi tidurnya luar biasa sekali …,” desis Hyerim sambil meniupkan poninya kesal. “HEI MONSTER BANGUNNN!!!!!” teriak Hyerim sambil menendang ujung kasur tapi yang terjadi malahan ujung jempol kaki kanannya berdenyut nyeri. Hal tersebut membuat bencana dengan tubuh Hyerim terjungkal ke belakang.

BRAK!

Suara tabrakkan antara punggung Hyerim dan marmer tersebut seakan memekikan telinga, disertai mulut gadis Kim tersebut terbuka lebar. Akibatnya si monster yang terlelap pun perlahan membuka kelopaknya dan menguap. Perlahan Luhan mendudukkan dirinya di atas ranjang dan netranya menangkap Hyerim jatuh tiduran di lantai.

“Pagi-pagi malah sudah berisik. Dasar tidak ada kerjaan,” ucap Luhan sambil mengacak rambutnya. 

Ucapan yang terlontar dari mulut tengilnya tersebut membuat Hyerim mendelik dan perlahan bangun setelah mendapat serangan bertubi-tubi pada tubuhnya.

“Terserah saja! Intinya aku ingin mandi sekarang!” seru gadis bersurai panjang itu yang lalu melongos ke kamar mandi. Luhan hanya menyunggingkan senyum miring melihatnya.

“Menggemaskan sekali,” gumamnya.

Eh … tunggu? Apa yang barusan Luhan katakan? Menyadari apa yang dikatakannya sekon yang lalu, Luhan menggeleng keras lalu mencubit keras dirinya agar sadar dan memilih tidur kembali.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Matahari sudah ada di atas kepala, namun hari kedua bulan madu untuk pasangan baru tersebut tampak tak ada yang spesial. Hyerim membaringkan tubuhnya di sofa ruang tengah, sambil mengembungkan pipinya dan menggerakkan mulutnya tidak jelas. Dirinya tampak bosan setengah mati. Kemudian, terlihatlah Luhan yang menampakkan batang hidungnya.

“Heh!” seru Luhan sambil menimpuk Hyerim dengan majalah Hello yang dipegangnya barusan. Lagi-lagi, Hyerim mendelik kesal ke arah Luhan. “Cepat siap-siap!” titah Luhan seperti biasanya, dingin.

“Memangnya kita akan ke mana sih?” gerutu Hyerim yang mulai mengajak tubuhnya duduk di sofa.

“Nenek dan Ibu memberiku tiket ke Museum Teddy Bear. Hanya sayang saja bila tidak dipakai,” jawab Luhan. Hyerim pun mengangguk mengerti. “Walau nyatanya tidak cocok wanita sepertimu ke tempat seperti itu. Lebih cocok kau ini ke kebun binatang. Bertemu dengan kembaranmu di sana.” 

Luhan pun melangkah pergi setelah berkata demikian, meninggalkan Hyerim yang membuka mulut lebar dan seperkian detiknya menatap punggung Luhan yang menjauh dengan tatapan berapi-api. 

“YANG ADA KEMBARANMU DI SANA, BODOH! KAU INI KAN SPESIES MACAM MONYET ATAU GORILA!” teriak Hyerim namun hanya ditanggapi Luhan dengan lambaian tangan tanpa berbalik, seakan tidak peduli.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

“Apa Luhan tidak curiga kita ada di sini?” Suara khas ibu-ibu terdengar di sebuah ruangan bernuansa putih gading tersebut.

“Sepertinya tidak, Bu. Villa yang ini jarang sekali terjamah,” jawab wanita paruh baya yang satunya, namun terlihat lebih muda.

Nenek serta Ibu Luhan tampak tersenyum-senyum tidak jelas. Keduanya memilih berlindung di villa keluarga Lu yang lainnya, namun memiliki jarak yang lumayan dekat dengan villa yang disinggahi Luhan serta Hyerim. Ya, keduanya tampak bersemangat untuk menguntit pasangan baru tersebut.

“Sejin-a, lihat! Mereka keluar!” seru Nenek Lu saat mendapati kedua anak manusia yang membuat keduanya berada di sini, sedang menapaki tangga untuk turun menuju tempat mobil Luhan terparkir.

Nyonya Lu pun mendekati Nenek untuk mengintip menantu serta putranya melalui jendela.

“Mereka pasti akan ke Teddy Bear Museum!” pekiknya. Nenek tampak mengangguk.

“Ya, dan sekarang ….” Nenek mengambil wig serta kacamatanya. “Kita lakukan penyamaran kita.” lanjutnya sambil memakaikan wig serta kacamatanya, lalu tertawa tidak jelas diikuti Nyonya Lu yang melakukan hal yang sama.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Akhirnya, setelah melalui banyak gundukan aspal dan berbagai view yang berbeda, Luhan dan Hyerim sampai juga di Museum Teddy Bear yang terkenal di Pulau Jeju. Hyerim memandang takjub bangunan museum tersebut dan Luhan hanya berekspresi datar seperti biasanya.

“Ahhh! Akhirnya aku ke sini juga!” pekik Hyerim, girang. Sementara Luhan hanya menatapnya datar.

“Ya sudah, cepat masuk! Dasar bocah,” ucap Luhan yang jalan duluan. 

Hyerim hanya melayangkan tatapan lasernya pada punggung Luhan. Kemudian mengikuti langkah pria tersebut.

“Kameranya! Kameranya!” 

Tak jauh dari kedua pasangan kontrak tersebut, di balik sebuah pohon tampak dua wanita paruh baya mengenakan kacamata hitam serta berambut blonde yang sangat kontras dengan wajah asia keduanya.

Nyonya Lu tampak membidik kameranya dan menekan suatu tombol untuk mengabadikan moment Hyerim yang berjalan di sebelah Luhan sambil mengucapkan sesuatu, tapi Luhan hanya menanggapinya dengan sentilan di dahi Hyerim. Dan gadis itu tampak menggerutu sambil menatap Luhan kesal dan melayangkan sebuah pukulan di bahu pria tersebut. Semua moment tersebut sudah diabadikan di kamera milik Nyonya Lu.

“Astaga, mereka ini benar-benar bukan pasangan harmonis rasanya …,” komentar Nenek Lu sambil menatap punggung Hyerim yang berjalan duluan meninggalkan Luhan yang menatap dingin pada punggung ramping gadis tersebut.

“Tapi mereka berdua sangat menggemaskan,” komentar Ibu sambil menatapi hasil jepretannya di kamera.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

“WOAHHHH!!!!!!!!! LEE SHIN DAN CHAGYEONG!!” Teriakan antusias tersebut untung terendam oleh hiruk pikuk pengunjung Teddy Bear Museum, mengingat sekarang adalah weekend

Wajah gadis bernama lengkap Kim Hyerim tersebut melihatkan keantusiasan berlebih saat melihat deretan boneka teddy bear dari beberapa drama Korea. Sementara Luhan memasang tampang datarnya dan melipat tangan di depan dada disertai pandangan ke seluruh penjuru tanpa minat.

“Wah! Itu Titanic! Luhan!!! Lihat! Lucu sekali, ‘kan?” ucap Hyerim sambil menghampiri etalase yang menampakkan sebuah kapal dengan beberapa boneka teddy di atasnya, layaknya kapal bersejarah Titanic. Sambil pandangan gadis Kim itu terfokus ke arah Luhan.

“Norak sekali.” Hanya itu tanggapan Luhan yang kembali berjalan melewati Hyerim yang melongo layaknya orang tolol.

“Ck! Harusnya aku tidak terbawa suasana sampai memanggilnya seperti itu,” gerutu Hyerim sambil memajukan bibirnya dan berjalan di belakang Luhan.

Aigoo, dasar anak tengil itu!” Ibu yang ternyata berbaur dengan pengunjung lain, menggerutu juga, di sebelahnya ada Nenek yang memandang khawatir kedua cucunya.

“Sejin! Ini gawat!” seru Nenek membuat Sejin menoleh padanya yang memasang raut khawatir. “Hyerim bisa muak dan berpaling dari Luhan kalau begini!” 

Nyonya Lu membulatkan matanya dan berteriak, “APA?!!” Hal tersebut membuat para pengunjung menatapnya risih, detik berikutnya Nyonya Lu meminta maaf sambil sedikit membungkukkan badannya. “Ini tidak bisa dibiarkan!” serunya lagi. 

“Kita harus membuat mereka bersatu!” tekad Nenek Lu dengan anggukan mantap. Nyonya Lu pun demikian. “Dan lalu … kita akan memiliki cucu serta cicit yang lucu.” 

Nenek Lu mendongak sambil mengerjapkan matanya disertai posisi tangan saling menangkup di sebelah kiri. Nyonya Lu pun tersenyum-senyum tidak jelas membayangkan hal tersebut. Kedua orang ini memang ….

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Mentari mulai meredupkan sinarnya. Waktu sudah senja hari. Tepat di sebuah bangunan dengan titel kafe, duduklah Kim Hyerim yang sedang memanyunkan bibirnya, sementara lelaki yang lahir dengan nama Luhan di hadapannya, tampak santai menyeruput kopinya.

“Hah … perjalanan tadi benar-benar membosankan,” sembur Luhan sambil menaruh cangkir kopinya di atas tatakan. Hyerim hanya sekilas menatapnya.

“Ya, membosankan dengan langsung menarikku keluar museum dan bermain sepeda sendirian begitu?” sindir Hyerim. 

Tadi, disaat Hyerim masih hebohnya mengagumi teddy bear yang mendapat titel teddy bear terkecil di dunia hanya dengan panjang 4,5 mm, tiba-tiba Luhan mencekal pergelangan tangannya dan menarik Hyerim keluar museum. Hyerim hanya bisa mengomel dan tambah mengeluarkan sumpah serapahnya saat Luhan menyewa satu sepeda untuk dipakai olehnya berkeliling Jeju. Dan Hyerim? Luhan menyuruh gadis manis itu menunggunya selama 1 jam 30 menit Luhan berkencan dengan sepedanya.

Luhan tampak mengedikkan bahunya tak peduli. “Yang penting kau senang juga, ‘kan menunggu sambil melihat orang memakan es krim jadinya kenyang?”

Hyerim tambah memberengut mendengarnya. “Kenyang apanya huh? Aku melihati orang yang keluar masuk kedai es krim sambil meneguk ludah sendiri!” gertak Hyerim dan Luhan tampak santai saja dengan gertakan tersebut diwakili oleh menyeruput kopinya kembali. Tapi tindakannya itu membuat Si Belle di hadapannya menggertakkan gigi penuh amarah.

Hyerim akhirnya memilih mengambil cangkir kopinya yang terlihat uap panasnya mulai meredup. Cairan pekat bernama kopi tersebut pun akhirnya masuk ke kerongkongannya. Dalam hati, Hyerim terus mengumpat karena kenapa di tempat yang harusnya dirinya menikmati liburan seperti sekarang harus ia nikmati, ya sangat ia nikmati dengan perasaan jengkel setiap kalinya.

“Aku ingin ke toilet.” Hyerim berdiri dan berjalan menjauh ke tempat tujuan. 

Luhan hanya menatap sekilas punggung gadis bersurai panjang tersebut. Kemudian berdiri dan beranjak keluar kafe setelah menaruh beberapa won di atas meja. Bertepatan saat Hyerim keluar dari toilet dan netranya menangkap Luhan sudah berjalan menjauh dari kafe. Dengan langkah tergesa-gesa dan mulut bergerak-gerak jengkel, Hyerim berjalan agar tidak tertinggal lelaki yang sudah diberi label monster olehnya.

“Hei! Kenapa kau ini main pergi?” seru Hyerim yang mati-matian menyamai langkah dengan Luhan walau masih berada di belakang pria tersebut, dikarenakan sepatu berhak yang dikenakannya saat ini. 

“Kau ini lelet seperti siput. Aku malas menunggumu,” sahut Luhan tanpa menoleh pada Hyerim sekalipun. 

Gadis dengan rambut terurai itu hanya memajukan bibir jengkel untuk kesekian kalinya.

Karena terlalu buru-buru, Hyerim tersandung kakinya sendiri dan berakhir jatuh di atas aspal. Lututnya bergesekan dengan aspal membuat cairan merah keluar barang hanya sedikit. 

“Argh! Sakit sekali.” Erangan keluar dari bibir manisnya.

Good, lututku kemarin padahal baru juga lecet. Hyerim meringis. 

Luhan yang mendengarnya hanya menoleh, Hyerim menatap Luhan dengan tatapan meminta tolong. Luhan menatap Hyerim lekat dan kemudian beralih pada lutut gadis itu yang berdarah. 

“Oh kau berdarah ….” Luhan berucap sambil menatap prihatin luka yang tercipta pada tubuh istrinya. Hyerim mengangguk dengan tampang memelas, berharap setidaknya Luhan mau menolongnya. “Dasar bodoh, jalan saja tidak becus.” Luhan kembali berbalik dan berjalan santai dengan tangan dimasukkan ke saku celana.

Hyerim membuka mulut lebar bahkan rasanya rahangnya akan copot. Oh sepertinya Hyerim baru ingat bahwa Luhan itu bukanlah manusia, tapi seorang monster. 

“Dasar brengsek!” umpat Hyerim yang berdiri dengan sangat hati-hati dan berjalan sambil menyeret kakinya disertai ringisan yang kerap terdengar.

“SUDAH INI TAK BISA DIBIARKAN!” Teriakan wanita paruh baya yang sedang berdiri pada posisi aman di dekat pasangan suami-istri tadi, tampak mengundang orang di sekitar menatapnya heran dan mengklaim wanita berumur itu gila.

“Ibu, tahan emosimu.” Nyonya Lu yang ada di sebelah Nenek tampak menarik tangan sang mertua dan mengelus pergelangannya namun mimiknya tampak melihatkan kekhawatiran saat melihat menantu dan anaknya seperti barusan. 

“LUHAN BENAR-BENAR TENGIL! TAK PUNYA HATI! GADIS MANA YANG BISA TAHAN DENGANNYA!” teriak Nenek Lu penuh amarah.

“Ibu, aku juga berpikir bagaimana bisa Hyerim menikahi pria seperti bocah tengik itu,” ucap Nyonya Lu meredakan sedikit rasa kesal Nenek Lu.

Nenek Lu tampak mengangguk prihatin. “Hyerim kita yang malang …,” gumam Nenek Lu dengan nada sedih dan mimik seakan ingin menangis. Nyonya Lu pun memasang wajah kasihannya. 

“Hyerim bisa saja meminta cerai,” gumam Nyonya Lu pedih membuat Nenek jadi kembali berada di kondisi down. “Dan parahnya mereka bisa bercerai saat baru saja kembali ke Seoul.”

Perkataan Ibu Luhan itu membuat keduanya mengerjapkan mata layaknya mendapat ilham, lalu saling bertatapan dan kepersekian detiknya menganga, lalu berseru bersamaan, “PERCERAIAN?! TIDAKKKK!” Hal ini kembali membuat orang-orang di sekitar menatap keduanya tak nyaman tapi mereka berdua tampak tak peduli.

“Sejin!” tegas Nenek Lu sambil meraih kedua tangan Nyonya Lu yang saling mengepal. “Kita … harus membuat strategi.” Nenek Lu menatap Nyonya Lu dengan tatapan serius. Wanita yang dipanggil ibu oleh Luhan semasa hidupnya, mengangguk mantap.

“Jadi kita akan ….” Nenek Lu memberi isyarat akan membisikan sesuatu. Peka akan hal tersebut, Nyonya Lu mendekatkan kupingnya dan Nenek pun mulai membisikkan rencananya dan ibu Luhan tersebut tampak mengangguk-angguk.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Percikan air shower tampak bercipratan, hingga Si Pelaku yang sedang membasuh tubuh tersebut mematikan keran alat mandi berbentuk kotak itu. Luhan mengambil bathrobenya dan sepersekian detik berlalu telah melekat di tubuhnya. Kedua kakinya membawa Luhan ke kamarnya, ralat kamarnya dan Hyerim. Kedua kelerengnya langsung mendapati punggung Hyerim tengah berada di balkon villa, tampaknya tengah bertelepon dengan menempelkan gawai di telinganya. 

“Sepertinya mengasyikan sekali bulan madumu, ya.” Suara Nara menyentil telinga Hyerim yang sedang memandangi hamparan bintang.

Hyerim mengembungkan pipinya sebelum berkata: “Seperti yang kau bilang, sangat mengasyikkan, ahahahah ….” Tawa renyah kerap dikumandangkan Hyerim. 

“Hyerim, kau kenapa? Apakah kau sakit? Kau terdengar tidak baik-baik saja.” Nara bertanya dengan nada cemas.

Aku bahkan hampir mati tenggelam di Pantai Jeju. Pagi-pagi aku jatuh tiduran di atas lantai kamar dan kena tendang salam sebelumnya dari kasur. Saat berjalan pulang ke villa lututku berdarah padahal kemarin lututku baru juga lecet karena ditabrak, untung sekarang lututku baik-baik saja dan aku belum mati. Hyerim tersenyum masam mereka ulang apa yang ia alami selama bulan madu ‘mengasyikannya’ ini. 

“Aku baik-baik saja. Aku terlalu senang, saking senangnya aku seakan mau ‘mati’,” kelakar Hyerim lalu terkekeh. 

“Sungguh? Wah! Aku rasa kau memang jatuh cinta bukan main pada Luhan bila bahagia begitu.”  Suara ceria Nara merambas masuk kembali ke telinga Hyerim yang langsung tersenyum menampilkan deretan giginya.

“Ahahaha iya, aku benar mencintainya,” Hyerim merasa perutnya melilit kala mengatakannya, “o, ya, sudah dulu, ya, Nara. Aku mengantuk. Selamat malam.” Hyerim memutuskan sambungan tersebut

Hyerim menghela napasnya dan berbalik untuk masuk ke dalam kamar. Didapati oleh kelereng beriris hitamnya, Luhan sedang duduk bersila di atas ranjang sambil membolak-balik halaman majalah Hello, lengkap dengan piyama putih yang membalut tubuhnya. 

“Oh … kau sudah selesai berteleponannya.” Luhan berucap sambil melirik sekilas Hyerim yang hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah, sekarang tidur. Kau tidur di sofa malam ini. Aku sudah mengantuk.” Luhan bergegas untuk berbaring dengan menaruh majalahnya di nakas dan menarik selimut.

“Tidur duluan sana. Aku ingin jalan-jalan dan setahuku ada toko souvenir di dekat sini yang buka dua puluh empat jam. Aku ingin membelikan orang-orang di Seoul oleh-oleh. Kau tadi main menarikku pulang ke villa jadi aku tidak sempat membelinya.” Hyerim berdiri dan berjalan mengambil coatnya.

Luhan yang sudah berbaring dan menyelimuti diri, hanya mengintip dengan sebelah mata terpejam, hingga Hyerim benar-benar hilang dalam pandangannya. Lelaki tersebut tak peduli dan membalikkan badan memunggungi pintu. Hyerim berjalan menapaki anak tangga villa sambil menggosok-gosokkan tangannya lantaran dinginnya angin malam. Sekilas ekor matanya menoleh pada bangunan villa keluarga Luhan.

“Dia benar-benar makhluk berhati dingin. Mana ada pria yang membiarkan perempuan berkeliaran sendirian di malam hari. Setidaknya dirinya mengatakan; ‘tidak bagus perempuan keluar malam-malam begini,’ ‘lebih baik kau kuantar karena sudah malam.'” Hyerim bergumam sambil bibirnya mengerucut, kemudian dirinya berhenti melangkah dan memeluk kedua lengannya sambil menggeleng. “Ish! Kim Hyerim! Apa yang kau pikirkan sih? Secara tidak langsung aku berharap pada monster bajingan seperti dia!” 

Setelah menepuk-nepuk pipinya berkali-kali agar sadar, Hyerim membuang karbondioksidanya dan mulai berjalan kembali. 

“Kenapa aku harus di sini bersama makhluk sepertinya?” eluh Hyerim sambil mengelus-elus lengannya lantaran sangat dingin. 

“Sekarang, dekati gadis itu.” Suara berat di balik pepohonan rindang terdengar disertai senyum miring dengan tatapan lekat pada punggung ramping Hyerim.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

5 menit kemudian ….

Luhan tampak bergerak gelisah di balik selimutnya. Dibalikkan badannya ke kanan dan ke kiri, namun perasaan tak tenang tetap menyelubungi dalam hatinya. Merasa frustasi, Luhan duduk di atas ranjang dan mengacak rambutnya frustasi sambil menatap lekat pintu tempat Hyerim keluar barusan.

“Akh! Ada apa denganku?”

10 menit berlalu ….

Luhan tiduran dengan posisi kaki mengangkat dan bertumpu pada dinding. Matanya bergerak-gerak sambil melirik sekilas jarum jam yang terus bergerak.

40 menit pada akhirnya ….

“GILA! KE MANA PERGINYA GADIS ITU AKHH!” teriak Luhan frustasi dan akhirnya loncat dari atas ranjang, kemudian jalan mondar-mandir tidak jelas. 

Luhan menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu mengusap rambutnya gusar. Lirikan matanya tertuju pada jam dinding yang bertengger manis serta masih setia berdetak menunjukkan waktu yang semakin larut.

“Gadis bodoh itu sudah hampir satu jam keluar. Dia tidak tersesat, ‘kan?” Luhan berujar dan meremas-remas jarinya gelisah. “Dia sudah dewasa, tak mungkin tersesat, ya tak mungkin.” Luhan berhenti mondar-mandir lalu naik ke ranjang kembali.

Namun seperkian detiknya, Luhan yang sudah nyaman bebaring dibaluti selimut, langsung bangun kembali dengan gerakan kesetanan layaknya orang frustasi berat. Pandangannya kembali ke arah jarum jam. 

“SIALAN KAU, KIM HYERIM!” Luhan berteriak frustasi.

Kemudian lelaki bermata rusa itu menyibak selimutnya tak santai dan turun dari ranjang dengan gerakan tergesa-gesa. Disambarnya jaket tebal miliknya dan akhirnya Luhan memilih menuntun kakinya keluar villa untuk mencari istrinya tersebut.

“Dasar gadis sial! Kau membuatku tidak tenang!” gerutu Luhan sambil memainkan jemari-jemarinya gelisah dan memandang sekitar dengan gelisah pula. Tampak dua pasang mata menatap punggung kekar Luhan sambil tersenyum penuh arti.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Angin malam berembus menggelitik permukaan kulit. Bulan hanya menjadi pencahayaan minim untuk malam hari. Terlihat dari sudut mata, seorang gadis bercoat coklat serta berambut panjang terurai sambil membawa beberapa kantong plastik coklat berisi souvenir khas Jeju. Kim Hyerim, gadis itu mengumpat berkali-kali lantaran dinginnya malam dan angin yang menyisir rambutnya hingga berantakan kemana-mana.

“Err … dingin sekali,” eluh Hyerim, dirinya kembali berjalan diiringi backsound deburan ombak Pantai Jeju. “Tadi aku melewati jalan ini tidak, ya?” gumam Hyerim sambil celingukan dengan bingungnya.

“Kiri atau kanan?” bingung gadis Kim itu sambil menggaruk belakang kepalanya. “Sepertinya kiri? Atau kanan? Kiri? Kanan? Eumm …, kanan saja deh.” Hyerim mengangguk mantap lalu berjalan menurut feelingnya.

Tanpa disadari olehnya, sepasang mata bergerak liar memperhatikan punggungnya. Hyerim pun sampai di sebuah gang gelap yang membuat kelereng beriris hitam pekatnya menelisik ke sekitar. Merasa hawa di tempatnya berpijak begitu asing.

“Aku seperti tidak lewat sini tadi …,” gumam Hyerim diiringi embusan angin yang kencang membuatnya refleks mengusap kedua lengannya ditambah perasaan merinding yang mendominasi. Dikuatkannya pegangan pada tas souvenirnya.

“Hei nona manis ….” Sebuah suara berat menyentil kuat indra pendengaran Hyerim ditambah oleh tepukan lembut namun penuh arti di bahunya. 

Hyerim menoleh takut-takut ke belakang, tertelan sudah ludahnya mendapati sosok lelaki kekar. Bukan hanya satu, tapi dua orang, menatapnya seakan kelaparan. 

“Ka … kalian siapa?” tanya Hyerim gugup sambil menunduk takut.

“Kami? Kami tahu dirimu tersesat, Sayang. Jadi kami akan mengantarmu pulang,” ucap pria yang satunya lagi sambil tersenyum miring. 

Hyerim mulai berkeringat dingin, andaikan saja dia gadis lugu yang tak tahu apapun, pasti dirinya akan menerima ajakan tersebut dan malah berakhir mengenaskan, bukannya pulang ke villa Luhan. Perihal Luhan, Hyerim jadi teringat pria menyebalkan itu. Ingin rasanya Hyerim berharap lelaki itu datang walau itu tidak akan terjadi.

“Ayolah manis, dirimu terlihat kedinginan.” Pria yang satunya lagi pun berbeo dan dengan berani meraih lengan Hyerim, tentu saja gadis itu langsung berontak.

“Ja … jangan … sentuh! Geondeuliji ma! (jangan sentuh aku) Lepaskannn!” seru Hyerim sebisa mungkin melepaskan diri.

“Ayolahhhh …, ikut kami, pulang bersama kami lebih menyenangkan,” cetus lelaki yang tak mencekal lengan Hyerim, tapi lelaki tersebut mulai meraih bahu Hyerim. Gadis Kim ini makin panik dan mencoba lari dari sergapan para pejantan lapar.

“KUBILANG LEPASS!!!!!” 

Keduanya malah tertawa keras, Hyerim memutar-mutarkan matanya liar berharap ada seseorang. Apalagi salah satu dari mereka mulai lancang menarik paksa coatnya hingga sobek. Hal ini membuat Hyerim berteriak histeris.

“TOLONG!!!! TOLONG AKU!!! SESEORANG TOLONG!!!” 

Teriakan lengking itu malah mengundang tawa kedua bajingan lapar tersebut. Hingga saat Hyerim memejamkan matanya dan mulai menangis, sebuah suara seperti benda jatuh terdengar memecahkan malam dan memaksa masuk ke gendang telinga Hyerim. Perlahan dengan mata kabur lantaran tetesan kristal beningnya, kelopak mata Hyerim mulai terbuka. Pemandangan yang didapatinya adalah dua orang lelaki yang menggodanya tadi sudah terkapar tak berdaya sambil merintih kesakitan.

Diberanikan oleh Hyerim untuk mengangkat kepalanya, matanya langsung mendapati sosok Luhan sedang mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Luhan pun melayangkan pandangan pada Hyerim, membuat mata keduanya bersiborok. Setetes air mata mengalir dari ujung mata Hyerim.

“LUHANNN!!!” 

Gadis itu tanpa pikir panjang langsung berdiri dan berlari menuju Luhan. Langsung saja pelukan erat diterima oleh Luhan dari Hyerim. Gadis bermarga Kim tersebut langsung menangis tersedu-sedu, Luhan yang terdiam lantaran terkejut diperlakukan demikian, perlahan mulai mengangkat tangannya memeluk Hyerim dan mengusap kepala gadis berstatus istrinya itu.

“Aku … aku … benar-benar …  takut.”

Luhan makin memeluk Hyerim erat kala gadis itu makin menangis kencang. Kedua pria tadi pun bangun dan menatap Luhan bengis. Luhan balas menatap keduanya tajam. 

“Pergi kalian! Jangan berani lagi menyentuh istriku!” tegas Luhan.

Merasa terancam lantaran serangan Luhan beberapa sekon lalu yang berhasil menumbangkan mereka berdua, kedua pria bejat tadi langsung lari menjauh. Luhan menatap lekat Hyerim yang balas menatapnya masih dengan mata berkaca-kaca. 

“Jangan khawatir, aku di sini.” Luhan berkata sambil kembali memeluk Hyerim dan mengelus lembut kepala gadis tersebut. Hyerim masih menangis sambil menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Luhan.

Setelah sekian lamanya, Luhan membawa kembali seorang gadis ke dalam dekapan hangatnya.

║█║✿║█║✿║█║✿║█║ ✿║█║

Malam semakin larut. Setelah melewati kejadian yang sedikit mendebarkan bagi Hyerim. Luhan serta Hyerim sudah kembali ke villa. Keduanya pun tidur di ranjang untuk yang kedua kalinya. Luhan memandangi langit-langit kamar sambil kedua tangan bersilang dan menjadi bantalan untuk kepalanya. Diembuskannya gas karbondioksidanya dan melirik sekilas Hyerim yang terlelap di sebelah kanannya.

Tadi hampir beberapa menit lamanya Luhan serta Hyerim berpelukan. Sudah lama waktunya berlalu, bahkan Luhan tak ingat kapan dirinya terakhir kali memeluk seorang gadis seperti tadi. Setelah hatinya remuk tak terbentuk, dirinya tak pernah lagi mengenal apa yang namanya cinta bahkan berskinship dengan gadis manapun. Dipandanginya wajah Hyerim yang sedang tertidur lelap, seulas senyum yang sangat tipis menyamai sebuah garis terukir di wajah Luhan.

“Aku sudah berjanji tidak akan pernah jatuh cinta lagi,” ujar Luhan yang kemudian menutup matanya mengikuti jejak Hyerim ke alam mimpi.

Diluar kesadaran keduanya, Hyerim memeluk Luhan dan tangan Luhan layaknya menyentuh tangan Hyerim. Posisi tidur yang terlihat manis, hingga—

CEKREK!

—sebuah kamera tampak mengabadikan momen tersebut. Nyonya Lu yang memiliki kamera berkemampuan dapat memotret kedua pasangan tersebut dengan jelas walau dari jarak yang agak jauh, menurunkan alat yang dirinya pakai untuk memotret momen manis barusan.

“Rencanaku berhasil, ‘kan?” ucap Nenek Lu yang sedang tersenyum-senyum tak jelas di sebelah Nyonya Lu.

Ibu Luhan tersebut menoleh pada Sang Nenek dan mengangguk. “Preman-preman tadi benar-benar bisa berakting dengan baik! Luhan jadi mulai peduli pada Hyerim.” 

Keduanya tertawa cekikikan. Ya, benar, kedua pria yang mengganggu Hyerim barusan itu disuruh oleh Nenek. 

“Aku berharap keduanya bisa membangun rumah tangga yang harmonis, bukan begitu, Sejin?” Nenek Lu meminta persetujuan dan tampak Ibu Luhan mengangguk mantap.

Ya, semoga saja pernikahan keduanya berjalan harmonis. Inilah awal dari semua kisah yang selanjutnya menanti untuk menerpa kedua pasangan suami-istri tersebut, ralat, kedua pasangan suami-istri kontrak tersebut. 

To Be Continued

Hallo! Lama tidak berjumpa ya? Ada yang kangen sama aku atau FF ini? /gak ada/ intinya finally! Setelah stuck beberapa lama sama pemanasan konflik, ada juga ide nulisnya yang sebenernya chapter ini honeymoonnya harusnya udahan tapi apa daya malah ditambahin hal-hal gak jelas. Dan aku minta doanya ya dear semoga UN aku kemarin hasilnya memuaskan (because of that sht exam, i got some hiatus) OKAY RCLNYA JANGAN LUPA ^^

-sweet regrads, HyeKim-

Author:

❝Because reality is not beautiful like a fiction, but reality can be wonderful more than the fiction.❞ — Luhan's tinkerbell & Shownu's bebe || ©2001

78 thoughts on “Beauty and The Beast Chapter 4 [Honeymoon Bab II]

  1. Aigoo…kedua ibu ini kyk anak kecil bgt ya, mereka kompak menyatukan hyerim-luhan meskipun dgn cara yg gila. Aku jadi keinget drama naughty kiss, ceritanya mirip.

    Like

Write ur Love Letter . . . <3