Posted in Action, AU, Chapter, Fanfiction, Melodrama, PG-17, Politic, Romance, Sad, Tragedy

FF : Agent Lu – Scene 2 [The Painful Truth]

agent-lu-cover.jpg

Agent Lu

[Scene 2 — The Painful Truth]

©2017 HyeKim’s Fanfiction Story

Starring With : Luhan as Luhan || Hyerim (OC) as Kim Hyerim

Genre : Politic, Romance, AU, slight! Action, Sad, Tragedy, Melodrama ||  Length : Mini Chapter || Rating : PG-17

Poster By : ByunHyunji @ Poster Channel

Summary :

Pada tahun 2030, terpecah perang antara China, Rusia, Korea Utara—negara kesatuan komunis—melawan Korea Selatan yang dibantu oleh sekutunya, Amerika Serikat. Di saat itu juga, Agen Lu yang dikenal sebagai Luhan melaksanakan misi untuk membunuh presiden Korea Selatan beserta keluarganya. Namun Luhan malah jatuh cinta pada Kim Hyerim serta harus menelan pil pahit bahwa Hyerim adalah putri presiden Korea Selatan, yang merupakan salah satu target yang harus dibunuh Luhan.

Disclaimer :

This is just work of fiction, the cast(s) belong to their parents, agency, and God. The same of plot, characters, and locations are just accidental. The contents in this fic do not mean to aggravate one of the characters/organizations. I am the only owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t plagiarize and copy-paste without permission.


In a situation that was ruined, we fell in love


HAPPY READING

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Suasana gelap dengan beberapa bangunan hancur tampak di daerah Seocho-gu. Distrik tersebut merupakan Samsung Town, gedung pabrik penghasil salah satu barang teknologi tersebut pun diserang oleh pesawat Korea Utara, di waktu yang bersamaan dengan serangan gencatan di jembatan Banpo.

Bila dahulu banyak cahaya terpancar dari berbagai rumah, sekon ini semenjak gencatan senjata meledak kembali, cahaya lampu keindahan yang bisa memanjakan mata kala melihat dari atap rumah sudah tak terlihat lagi. Malam pekat semakin pekat tanpa lampu dari rumah maupun gedung-gedung, semua warga Korea Selatan dikerubungi ketakutan akan serangan negara musuh.

Dua pasang tungkai terlihat menyeret langkah di jalanan Seocho, tangan keduanya pun terpaut sambil sesekali melempar senyum. Kim Hyerim dan Luhan. Pasangan dimabuk asmara itu tengah mengurai jalan menuju apartemen milik Luhan.

“Kau yakin ingin menginap di apartemenku?”

Di tengah jalan, Luhan melayangkan pertanyaan dan terlihat si gadis merespons dengan senyum lebar sambil menatapnya, kepala Hyerim pun turut andil mengangguk semangat.

“Tentu, aku sudah bilang pada orang rumah,” jawab Hyerim, kemudian kepalanya menoleh kembali ke depan.

Pada akhirnya, keduanya sampai di gedung apartemen Luhan. Alat berjalan Hyerim dan Luhan pun menderapkan langkah memecahkan keheningan malam di tangga yang menuju petak apartemen milik Luhan. Kaki keduanya berhenti, ditandakan sah berada di atap—yang merupakan teras lebar apartemen Luhan—.

Tapi seketika binaran mata Hyerim membiaskan kebingungan disertai dahi berkerut, lantas menatap Luhan yang memasang tampang tanpa ekspresi. Hal tersebut disebabkan sosok perempuan dan lelaki yang berdiri beberapa jengkal di hadapan keduanya.

Wu Lian dan Zhang Yixing, kedua manusia yang berpijak di depan flat apartemen Luhan itu seakan menyensor Hyerim dari ujung kepala hingga kaki. Rasa tak nyaman lantas menyelimuti Hyerim, senyum risih pun tersemat di bibir. Kuatnya genggaman Luhan pun terasa di tangan Hyerim, pemuda marga Lu itu juga meremas tangan gadisnya yang terpaut dengan jari-jari miliknya.

“Oh, Luhan. Jadi ini kekasihmu,” ujar Yixing dengan senyum yang tak dapat dipahami, lirikan netranya pun tampak penuh arti.

Di lain sisi, Lian hanya melipat tangan dengan punggung menyandar di tembok sebelah pintu masuk apartemen Luhan.

“Dia cantik juga.”

Pujian yang dilontarkan Lian menyentil telinga Hyerim, namun gadis Kim itu merasa si gadis China yang mencetuskan pujian padanya tidaklah tulus. Sorot maniknya hasrat akan ketajaman yang menusuk Hyerim. Bibir bawahnya, Hyerim gigit kuat, sosok kenalan Luhan ini memancarkan aura tak nyaman untuk Hyerim.

Terdengar Luhan meloloskan dehaman.

“Ya, kenalkan dia Kim Hyerim—“

Frasa Luhan terpenggal oleh lambaian tangan Lian yang seakan-akan memerintahkan Luhan bungkam, paras gadis Wu itu pun tercetak tak minat sama sekali.

“Ya, ya, ya, aku tak mau tahu.”

Langsung saja Yixing menghadiahinya tatapan yang sukar pula diartikan, ia menatap profil samping Lian sekon ini. Senggolan di lengan Lian pun disarangkan oleh Yixing, menyebabkan Lian menatapnya disertai alis berjungkit.

“Jaga sikapmu, Wu.”

Bola mata Lian langsung memutar malas mendengarnya. Dengan lagak cuek, Lian menyeret langkah. Tatkala berpapasan dengan Hyerim, aura tak bersahabat terpancar darinya. Sinyal tersebut dirasakan oleh Hyerim, dirinya sendiri pun memilih menunduk, tak berniat melirik Lian barang sedikitpun.

Melihat lakon Lian, Luhan langsung menengok ke arahnya dengan air wajah keheranan. “Sudah mau pergi?” tanyanya dengan lekatan logam pada punggung Lian yang kian menjauh serta sudah mencapai bibir tangga ke arah bawah.

Tanpa membalikakn badan, tangan Lian terangkat dengan gerakan melambai-lambai. Aksara pun tak diloloskan mulut Lian sama sekali guna merespons pertanyaan Luhan. Tak lama, sosok Yixing pun menyusul Lian untuk turun.

“Aku pamit, kita bisa bicara lain kali.” Yixing berkata saat dirinya berpapasan dengan Luhan. Kelereng matanya membiaskan penuh arti pada logam kelereng Luhan, setelahnya, pemuda Zhang itu menghilang di balik tangga mengikuti Lian.

Setelah waktu terbuang beberapa saat, Hyerim memberanikan diri menatap Luhan. Figur kekasihnya itu tampak menerawang. Paras Hyerim terlukis ragu dengan gigitan bibir bawahnya yang terlihat kembali.

“Luhan.” Panggilan dari pita suara gadisnya menyebabkan Luhan tersentak kemudian menjatuhkan pandangan pada Hyerim. Kekasihnya itu terlihat ragu sebelum merangkai frasa kembali. “Yang tadi teman-temanmu?”

Sematan senyum paksa berusaha Luhan rangkai, kepalanya mengangguk sebagai jawaban. Sebelum Hyerim buka suara untuk bertanya, Luhan menarik gadisnya untuk masuk sambil membuang pandangan ke arah depan.

“Lebih baik kita masuk, di luar sangat dingin.”

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Tawa menggema di sebuah kamar, menandakan atmosfer hangat terjalin di sana. Vokal dari seorang gadis dan lelaki terdengar di kamar tersebut, keduanya lahir dengan nama Hyerim dan Luhan. Pasangan dimabuk asmara itu terlihat tidur bersebelahan sambil saling tatap. Satu tangan Luhan pun terulur dan menjadi bantal kepala Hyerim.

Hyerim menatap wajah Luhan yang beberapa jengkal di sebelahnya, kepalanya agak mendongak untuk menatap kekasihnya.

“Luhan.”

Atensi Luhan teralih pada Hyerim, seulas senyum terukir di kurva bibirnya. Tangan milik Luhan pun bergerak membelai surai gadis bermarga Kim ini.

“Hmm?”

Bola mata Hyerim bergerak-gerak dengan fokus ke arah bawah. Terlihat gadis itu seakan menciptakan perang dalam dirinya sendiri, merasa kurang yakin untuk melontarkan kata yang hendak ia ucapkan.

Fokus matanya kembali pada sosok Luhan yang terlihat penasaran serta setia menunggu dirinya berkata. Hyerim menatap lama Luhan dalam keheningan selama beberapa saat.

“Teman-temanmu tadi, apa mereka tak menyukaiku?”

Air wajah Hyerim terlukis pucat. Sementara Luhan sendiri sudah berhenti mengelus kepala Hyerim, mimik mukanya tak bisa diprediksi. Pikiran Luhan melayang ke sana-sini, kembali realita pahit disadarinya; Hyerim adalah sosok yang harus dibunuhnya juga selain Kim Jaehyun.

Kembali Luhan disentak kepada kenyataan tatkala vokal Hyerim menyentil keras gendangnya.

“Luhan, apa ada yang mengganggumu?”

Atensi Luhan jatuh lagi pada Hyerim yang menatapnya cemas, perlahan Luhan menggeleng dan menampik semua pikiran kusutnya.

Tangan Luhan kembali beraktivitas di mahkota hitam milik Hyerim.

“Tidak ada, Sayang.” Walau nyatanya itu sebuah kebohongan belaka.

Tatapan curiga disarangkan oleh Hyerim, tapi dirinya memilih percaya dibanding menyusahkan diri sendiri. Detik selanjutnya, Hyerim memepetkan tubuh lebih mendekat ke tubuh Luhan. Senyum lebar terlihat di bibir gadis marga Kim itu, tangannya pun terulur memeluk pinggang Luhan. Seulas senyum hangat pun Luhan berikan pada gadisnya, tangannya pun mengacak-acak rambut Hyerim dengan gemas.

Atmosfer nyaman serta hangat menyelimuti pasangan tersebut yang saling melemparkan pandang dengan binaran mata hangat. Hyerim makin menarik Luhan membuat tubuh keduanya menempel. Detik ini pun tangan Luhan beralih menyentuh pipi Hyerim dan mengelusnya lembut. Sejenak Hyerim memejamkan maniknya, menikmati sentuhan lembut Luhan pada pipi tirusnya.

Saat mata Hyerim terbuka, gadis itu menatap Luhan dalam seraya berkata. “Ngomong-ngomong, Lu ….”

Hyerim tambah menatap Luhan dalam, pemuda bermarga Lu itu jadi penasaran akan sambungan katanya.

“Wu Lian itu sepertinya menyukaimu.”

Lantas Hyerim mengerucutkan bibir dengan wajah memberengut tatkala menyelesaikan ucapannya.

Kata-kata Hyerim yang menyapa telinganya dan langsung diserap otaknya, membuat Luhan melolongkan kekehannya dengan kepala setengah mendongak. Aksi Luhan yang merupakan respons dari ucapannya barusan membuat Hyerim tambah memberengut. Tawa Luhan berhenti dan pria itu menatap Hyerim geli, sementara si gadis Kim menatapnya datar. Sebuah cubitan diberikan Luhan dipipi Hyerim.

“Memangnya kenapa kalau Lian menyukaiku?” Pertanyaan Luhan diunsuri oleh kegeliannya, lelaki marga Lu itu pun melontarkan tanya disertai cubitan di ujung hidung Hyerim.

Hyerim sendiri mengerutkan mimik mukanya.

“Kau cemburu?” sambar Luhan, makin geli karena ekspresi yang ditunjukkan gadisnya.

Tak tahan sebuah dengusan untuk Hyerim loloskan, maniknya menatap datar Luhan kembali.

“Bukan cemburu, hanya sikapnya itu menyebalkan. Jelas-jelas kau sedang mengenalkanku, dia main memotong. Ck!”

Muka mengerut Hyerim tersapu juga tergantikan oleh wajah sebal, bola matanya pun bergerak kesal mengingat aksi Lian di depan apartemen Luhan beberapa sekon lalu. Kekehan Luhan menggema, pemuda itu pun mengecup puncak kepala Hyerim sebentar. Walau nyatanya ia tahu dua hal; satu, Lian memang menaruh rasa padanya. Dua, Lian tak minat pada Hyerim karena sudah mengetahui identitas Hyerim yang merupakan putri Kim Jaehyun yang disembunyikan dari publik.

“Jangan tertawa!”

Setelah membiarkan Luhan terus terkekeh, Hyerim membuka suara dengan sorot menusuk yang berasal dari obsidiannya. Mulut Luhan pun bungkam meski terlihat ingin meloloskan kekehan, atensi Luhan tertuju pada Hyerim yang mengerucutkan bibir.

“Harusnya aku tadi mengenalkan diri saja padanya dengan bangga bahwa aku ini kekasihmu dan aku ini putri presiden Kim Jaehyun—eh tidak, bila aku melakukannya, usaha ayahku melindungiku dari marabahaya malah gagal.” Hyerim menggeleng-geleng, tak peka akan perubahaan Luhan yang kaku seketika dengan obsidian sangat lekat pada figurnya.

Kim Jaehyun memang sangat menyembunyikan Hyerim dan keluarganya yang lain. Walau anak gadisnya itu putrinya, dirinya tak mengirim pengawal atau orang utusan untuk melindungi Hyerim, berwaspada bila ada orang yang menangkap gerak-gerik aneh melihat seorang gadis dikawal ketat. Hyerim, bahkan ibunya juga tak pernah menginjakkan kaki ke Blue House—rumah kepresidenan Korea Selatan—, agar orang-orang tak mengetahui mereka adalah putri dan istri presiden. Keduanya sering tinggal di rumah pribadi yang sangat dirahasiakan dari publik.

Lamunan Luhan bunyar oleh vokal Hyerim.

“Ah sudah, intinya gadis itu menyebalkan sekali. Aku tak suka padanya.”

Kim Hyerim mengobarkan aura ketidaksukaannya terkhusus untuk Wu Lian. Luhan yang tersadar pun, kembali geli dan tak tahan untuk menarik pipi gadisnya.

“Aw! Luhan!”

Delikan disuguhi Hyerim pada Luhan, dirinya pun merengek saat Luhan semakin menjadi pada aktivitasnya—yakni; menarik pipinya gemas—.

Tangan Luhan menyelesaikan kegiatan menarik pipi Hyerim, kemudian menatap perempuan itu yang masih merengek.

“Sudahlah, aku mengantuk.” Luhan lantas menarik selimut untuk membalut tubuh keduanya.

Dalam dekapan Luhan, tubuh Hyerim bergerak dan tangannya pun terulur menarik saklar di sebelah tempat tidur. Waktu ke depan, ruangan yang dirajai oleh cahaya lampu itu lantas menggelap tanpa cahaya apapun selain pancaran bulan yang tersalurkan melalui celah gorden jendela.

“Tidak apakan tidur dengan keadaan gelap seperti ini?”

Tubuh Hyerim sudah menghadap Luhan kembali, cengiran tergambar di wajahnya tatkala mengucapkan hal itu.

Luhan mendengus seraya melayangkan sentilan di dahi Hyerim.

“Mau gelap atau terang, bagiku yang penting tidur. Memangnya kau ingin aku melakukan apa saat gelap-gelap begini?”

Luhan menyuguhkan senyum miring, membuat Hyerim menelan saliva pertanda akan kegugupan yang membelenggunya tiba-tiba.

Tatapan tajam dihadiahi Hyerim pada Luhan dengan sebuah semprotan.

Ya! Jangan berbuat mesum!”

Tampang Hyerim pun menggambarkan kewaspadaan, aksinya itu lantas menyebabkan Luhan tersenyum jahil dan makin menarik Hyerim lebih mendekat ke arahnya.

“Luhan.” Hyerim berkata dengan jantung yang mendadak berdetak keras.

Wajah Luhan mendekat ke wajah Hyerim sampai ujung hidung keduanya bersentuhan. Iris mata keduanya bertabrakkan, menghantarkan rasa hangat menggelitik diri. Di rongga dadanya, Hyerim dapat merasakan jantungnya yang makin menggila, apalagi sekarang Luhan membelai wajahnya.

“Berbuat mesum padamu tak jadi masalah, dibanding berbuat mesum pada Lian,” ucap Luhan, membuat Hyerim melepaskan dengusannya.

Belaian di wajah Hyerim oleh Luhan terhenti.

“Tenang, aku tak akan melakukan hal lebih padamu. Hanya emmm … good night kiss?”

Satu alis Luhan terangkat  dengan tatapan menggodanya, menyebabkan Hyerim meremang.

“Tampangmu membuatku ingin muntah.”

Hunus Hyerim dengan tatapan dalam, namun Luhan berlakon tak peduli. Karena tak ada penggerakkan apapun, Hyerim tak tahan dan bercakap lagi. “Katanya good night kiss. Mana good night kissnya? Aku mengantuk, tahu.”

Luhan menatap Hyerim dengan senyum jahil, timbal balik Hyerim hanya berupa tatapan dan muka datarnya. Jarak keduanya pun terkikis tatkala Luhan makin memajukan wajahnya, bibir keduanya terpaut. Dengan refleks, Hyerim memejamkan mata, terbuai akan sentuhan Luhan di bibir ranumnya. Luhan mulai melumat bibir atas dan bawah Hyerim bergantian, balasan berupa lumatan dari Hyerim pun diterima oleh Luhan. Lantas tangan Luhan yang juga melingkar di pinggang Hyerim, makin menarik tubuh gadisnya mendekat. Buaian panjang dengan decakan yang terdengar di sela ciuman itu terus terjadi sebelum keduanya menjelajah ke alam mimpi dengan tenangnya.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Pagi menyingsing dengan sikap nakal secercah cahaya mentari menyelundup masuk ke kamar berisikan Luhan dan Hyerim. Dikarenakan akan pagi yang sudah menyapa, Luhan ditarik bangun dari alam bawah mimpinya. Matanya masih setengah menyipit tatkala menyisir keadaan sekeliling. Kemudian dwi manik Luhan pun jatuh pada sosok Hyerim yang tertidur tenang di lengannya. Senyum hangat Luhan terlukis.

Perlahan Luhan menghapus spasi antaranya dan gadisnya, lantas sebuah kecupan di dahi Kim Hyerim diberikan oleh Luhan yang mengakhiri aksinya dengan senyum lembut. Namun nyatanya Hyerim tak terlalu terusik hingga dapat bangun dari alam mimpinya, gadis bersurai panjang itu hanya menggeliat sejenak tapi terus melanjutkan menjelajahi alam mimpinya.

Tak mau membangunkan kekasihnya, gerakan yang dicetuskan Luhan pun sangat pelan dari menarik lengannya yang tertindih kepala Hyerim. Setelah menarik tangannya, Luhan menggiring tubuh untuk turun dari ranjang, masih mempertahankan aksi pelan tanpa mengusik tidur Hyerim.

Seraya merajut langkah, Luhan menguap dengan tangan mengacak-acak rambutnya. Seketika badannya terhenti di depan rak berisi buku-buku. Kepala Luhan berbelok ke arah rak tersebut, dwi maniknya menelaah lekat rak kecoklatan tersebut. Lantas Luhan terpaku dan meneguk salivanya. Kenyataan langsung menghampirinya, kenyataan pahit yang sulit untuk ia terima.

Tungkai Luhan melangkah mendekati rak tersebut, lantas tangannya melayang di udara beberapa saat seakan membeku hingga pada akhirnya bergerak menggeser rak tersebut.

Srek!

Buahan bunyi yang berasal dari aksi Luhan itu menggema. Perlahan Luhan melongokkan kepala ke balik petak di belakang rak bukunya; sebuah ruangan yang disamarkan oleh rak bukunya.

Kepala Luhan kembali ke titik tumpu ranjangnya berada. Hyerim masih menjelajahi bunga tidurnya dengan mimik tenang di parasnya. Luhan memutar balik kepalanya ke ruangan rahasianya. Hal yang Luhan lakukan berikutnya adalah menggiring diri masuk ke ruangan rahasia itu diiringi tangannya yang menggeser rak buku untuk menutupi celah masuk ke ruangan rahasia miliknya, menghindari kemungkinan Hyerim terbangun dan mendapati ruangan ini.

Tubuh Luhan sudah sah berada di ruangan yang ditempeli beberapa foto di dindingnya; foto-foto tersebut ditempel seakan membentuk sebuah pohon bagan. Alat berjalan Luhan melangkah disertai retina menelaah dinding tersebut. Tubuh Luhan seketika berhenti, fokus matanya terpaku pada foto teratas; seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi, seseorang yang disegani penduduk Korea Selatan.

“Kim Jaehyun.” Luhan mengucapkan nama pria yang berada dipotret foto paling atas tersebut.

Iris matanya turun ke deretan tulisan di bawah foto presiden Korea Selatan tersebut.

Kim Jaehyun (56) Presiden Korea Selatan. Target utama. Sering menghabiskan waktu di kediaman pribadinya. Diperkirakan memiliki kediaman rahasia untuk menyembunyikan keluarganya. Tidak pernah sama sekali membawa keluarganya ke Blue House.

Hati Luhan mengatakan kata-kata yang ditorehkan spidol hitam hasil tangannya di dinding ruangan. Gerakan obsidian Luhan beralih pada foto yang berada di bawah agak kiri foto Kim Jaehyun. Entah bagaimana, tubuh Luhan seakan beraksi hebat. Rasa sesak berhilir mudik dalam dirinya. Potret gadis yang baru ia terima beberapa bulan lalu di inbox emailnya. Gadis yang memenjarakannya dalam sebuah penjara asrama dengan realita menyakitkan.

Dengan iris lekat ditambahi kesenduhan, ranum Luhan berucap.

“Kim Hyerim.”

Kemudian otaknya memutar untaian memori.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Cinta. Definisi itu layaknya membuat semua orang mabuk. Mabuk akan sebuah rasa kasmaran yang menggelitik runggu hingga adrenalin tubuh pun menggila. Hal tersebut ditorehkan pada Luhan saat ini. Pemuda itu tak berhenti tersenyum. Dirinya sehabis mematut diri untuk sebuah perjanjian dengan seorang gadis yang ia temui sehari lalu dan beberapa minggu lalu.

Setelah puas dengan kemeja biru yang melekat di tubuhnya dengan jeans putih. Luhan pun menyunggingkan senyum, hingga dirasakannya getaran di ponselnya. Tangan Luhan terarahkan mengambil benda bernamakan ponsel tersebut, sebuah notifikasi dari emailnya terpampang jelas di layar berapa inci benda mungil dalam telapak tangannya. Jempol Luhan melesat membuka email. Usai membuka isi pesan dengan sandi yang ia pahami, hati Luhan mencelos seketika. Bibirnya mengatup. Obsidiannya melebar. Otaknya buntu.

Kita sudah mengetahui identitas putri Kim Jaehyun. Kim Hyerim, 25 tahun, dirinya sering terlihat di daerah Gangnam atau kadang kala menjadi relawan di daerah DMZ.

Dengan keyakinan penuh, Luhan dapat memahami aksara yang terpatri di layar ponselnya. Sebuah deret kode yang mengatakan bahwa lampiran foto yang berada di inbox emailnya adalah putri Kim Jaehyun yang amat kebetulan sama persis dengan gadis yang mengusik hatinya beberapa waktu terakhir ini, gadis yang mengajaknya bertemu hari ini.

Berusaha menetralkan diri. Luhan menggeser jempolnya untuk membuka aplikasi lain di ponselnya; kontak. Sebuah kontak yang dinamai ‘My Destiny’ dengan sederet nomor yang diyakini adalah nomor ponsel Kim Hyerim. Tatkala Luhan menekan layar ponselnya tertuju ke inbox pesan, retinanya membaca kembali pesan dari kontak ‘My Destiny’.

Hari ini pukul 12.10 di kona beans. Aku tidak mentoleransi keterlambatan.

Beberapa detik mulut Luhan membuka serta menutup dengan perasaan sesak yang perlahan menggerogoti. Sebuah kenyataan pahit yang membelenggunya datang saat ini.

“Gadis ini …” Bibir Luhan mulai merapalkan satuan ayat. “… adalah salah satu targetku.” Akhiran rapalan untaian frasanya diakhiri oleh keterpakuan irisnya pada kontak Hyerim yang diberi titel  ‘My Destiny’.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Sebuah rumah yang berada di sisi terpencil kota Seoul malam ini terlihat ramai. Sebuah pesta diselenggarakan. Jamuan makan malam antar para pejabat negeri ginseng tersebut tampak mewah, tak mengindahkan beberapa keadaan sekitar yang tengah kacau setelah diporak porandakan  oleh perang saudara.

Rumah rahasia Presiden Kim Jaehyun itu terlihat tenang dengan pesta jamuan makan malam. Segelintir pejabat sudah menampakkan batang hidungnya di hadapan Sang Presiden yang lantas menyambut hangat sapaan mereka.

“Hyerim-a, Luhan sudah datang?” Vokal ayu dari Lee Yara terdengar, menyebabkan gadis bernama Kim Hyerim yang sedang melongokkan kepala mencari kehadiran Luhan, menoleh ke arahnya.

Gelengan kepala Hyerim menjadi jawaban.

“Belum, mungkin dia sedikit terlambat.”

Kemudian si dara Kim ini menarik antensinya kepada gelas berisikan wine yang ia pegang dan lantas meminumnya.

Yara sendiri pun tampak mulai sibuk dengan Chanyeol. Pasangan tersebut memulai konversasi sambil sesekali mencetuskan kekehan. Sementara Hyerim menggerak-gerakkan gelisab jari yang memegang gelas winenya. Kepalanya menyisir sekitar dengan gerakan iris yang tak luput untuk mengawasi pintu masuk. Sebuah senyuman lantas tertarik di kurva ranumnya kala melihat sosok jaka tampan masuk melalui pintu masuk yang Hyerim awasi.

Luhan dengan setelan jas lengkap all in blacknya itu melangkah masuk ke rumah milik gadisnya. Pemuda Lu itu menyunggingkan senyum sembari mencari sosok kekasihnya yang masih setia memperhatikannya dengan sebuah senyum. Akan tetapi, senyum Hyerim luntur ketika kelereng matanya mendapati sosok gadis yang datang bersama Luhan.

Cangkang matanya langsung menyipit, menyensor jelas gadis berbalut dress merah maroon tanpa lengan yang mengajak Luhan berbicara itu. Otak Hyerim berjalan cepat sampai sebuah nama terpampang jelas di ingatanku.

“Wu Lian?” Nama itu lolos secara otomatis dari bibir Hyerim.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

“Kenapa memaksa ikut denganku?” Oktaf suara Luhan berusaha ia tahan agar tidak meledak.

Lirikan tajam ditorehkan Luhan untuk Wu Lian yang duduk di jok mobil di sebelahnya. Dara bermarga Wu itu mengedikkan bahu tak acuh. Lian menoleh pada Luhan yang melayangkan binaran tajam dari netranya.

“Memangnya kenapa sih kalau aku ikut ke sini? Ada larangan kau membawa orang lain ikut?” ujar Lian dengan kepala menghadap ke depan kembali, lekatan irisnya tertancap pada rumah bertingkat dua yang berdiri kokoh beberapa meter di depan mobil Luhan—tempatnya detik ini—.

Napas milik Luhan terbuang. Pria dengan identitas agen rahasia itu pun menoleh ke objek yang Lian perhatikan; rumah rahasia presiden Kim Jaehyun.

“Ck, terserah,” respons Luhan malas dengan gerakan tangan melepaskan sabuk pengaman mobilnya.

Dari ujung mata, Lian memperhatikan Luhan yang mulai membuka pintu mobil serta beranjak turun. Sejenak, lelaki berdarah China itu menoleh pada Lian yang bergeming menatapinya.

“Kalau ingin turun, turunlah. Jangan lakukan hal bodoh di dalam sana.”

Setelah beberapa waktu terbuang, Lian melepas sabuk pengaman serta keluar dari mobil Luhan. Buahan suara dari pintu mobil tertutup pun berkumandang, kemudian suara bahwa mobil milik Luhan itu  terkunci terdengar setelahnya. Tungkai dua manusia beda gender itu mulai merajut ke arah rumah rahasia Kim Jaehyun. Hiruk pikuk suasana jamuan makan malam pun menyapa keduanya kala menapaki halaman depan rumah minimalis tersebut.

Singkat waktu, Lian dan Luhan sudah berada di dalam rumah milik Hyerim. Kepala Luhan menyusuri rumah tersebut yang dipenuhi beberapa pejabat Korea Selatan. Dirinya berusaha menjernihkan retina guna melacak keberadaan Hyerim. Seketika, sebuah toelan disarangkan Lian di pundaknya, Luhan menoleh dengan alis berjungkit.

“Itu …” Dagu Lian menunjuk satu objek. Belum sempat Luhan menjatuhkan pandangan kepada objek yang ditunjuk dagu Lian, untaian kata disajakkan Lian. “Gadis Korea yang kau cintai itu ada di sana.”

Bola beriris Luhan menatap ke arah Hyerim berpijak yang diarahkan Lian. Benar, gadis bernama lengkap Kim Hyerim itu terlihat menatapnya dalam dan tajam. Mungkin lebih tepatnya menatap Lian tajam. Si gadis Wu pun peka diberikan tatapan tajam, namun dirinya bersikap tak acuh seakan tak terusik sama sekali.

Tanpa ragu, Luhan merajut langkah dengan sepatu pantofelnya ke arah Hyerim.

Derapan langkah Luhan mencapai final, dirinya pun sah berada di depan gadisnya yang sedari tadi tak berkedip.

“Halo.” Bariton Luhan menyapa, sematan senyumnya pun terbit.

Saat itulah Hyerim baru mengedipkan mata beberapa kali. Disusul sosok Lian yang muncul di belakang Luhan, dara satu itu melempar senyum yang terlihat tak bersahabat dalam pandangan Hyerim.

“Oh, hallo,” balas Hyerim sambil memaksakan sunggingan di bibirnya. Ujung maniknya menatap Lian yang memajukan langkah tepat di samping Luhan, perempuan China itu masih melihatkan senyum penuh arti teruntuk Hyerim. “Aku tak tahu kau akan membawa teman.” Hyerim beralih menatap Luhan.

Luhan tersenyum tipis. Tangannya ia arahkan untuk menarik tangan Hyerim, tak lama kedua tangan tersebut terpaut untuk bergandengan. Sekilas Lian menatapnya.

“Ya, Lian ingin ikut. Dirinya ingin mengenal jauh dirimu.”

Luhan langsung menyeret langkah yang refleks diikuti Hyerim yang ia gandeng.

Ditinggal oleh pasangan tersebut, Lian melayangkan tatapan pada punggung Hyerim dan Luhan yang mulai menjauh dari sisi pandangnya. Senyum meringis terbit di bibirnya.

“Mengenal jauh Si Gadis Korea? Untuk apa? Langsung membunuhnya?” gumam Lian, sengaja menggunakan bahasa Mandarin.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

Tak dirasa, jamuan makan malam pun sah dilaksanakan ketika para undangan telah hadir sebagian besar. Presiden Kim Jaehyun dan Sang Ibu Negara—yakni; Nyonya Kim—melayani para tamu dengan ramah. Luhan juga mendapatkan sambutan hangat dari orangtua kekasihnya itu.  Tak pernah sekalipun singgungan akan dirinya yang berdarah Tiongkok terdengar.

“Putri Anda cantik sekali, Presiden Kim.”

Suara wanita paruh baya yang merupakan menteri kesehatan pun terdengar, beliau memberikan tatapan ramah serta senyum seirama pada Hyerim yang tersipu. Lantas beliau pun menatap Luhan.

“Kekasihnya juga tampan.”

Luhan sedikit menunduk seperti Hyerim yang duduk di sebelahnya kala diberikan pujian.

“Terima kasih Nyonya,” ujar Luhan.

Dentingan sendok dan garpu yang diletakkan pun terdengar.

“Nyonya Kim, makan malam ini Anda yang membuatnya?” tanya seorang pria paruh baya berkacamata minus.

Nyonya Kim pun menoleh pada pria yang bertanya tersebut, beliau pun mengangguk disertai ucapan, “Ya, saya yang membuatnya.”

Si pria paruh baya berkacamata itu mengelap mulutnya dengan serbet, setelahnya merespons kata-kata Nyonya Kim.

“Makanannya enak sekali, Nyonya.”

“Hahaha, terimakasih Hakim Han.”

Konversasi hangat terus terjalin. Namun makin lama, Hyerim dirundung rasa bosan. Tapi sepertinya semua orang terlalu larut pada atmosfer yang tercipta di sini.

Hyerim menoleh kepada Luhan yang duduk di sebelahnya. Tangan Hyerim menyentuh tangan Luhan yang berada di paha lelaki tersebut. Aksinya membuat Luhan menoleh ke arahnya dengan tampang bertanya.

Hyerim menghapus sedikit spasinya dengan Luhan, serta tertuju pada telinga kekasihnya yang refleks mendekat ke arahnya.

“Aku bosan,” bisik Hyerim.

Luhan menciptakan spasi kembali dengan sedikit menjauhkan diri dari Hyerim, kemudian menatap gadisnya itu. Mimik memelas Hyerim menyapa Luhan tatkala menatap gadis Kim ini. Sejenak Luhan mengalihkan atensi hingga jatuh pada kegiatan lain.

“Ingin berdansa?” tawar Luhan dengan mata tertancap pada beberapa orang yang bergerak elok dengan pasangannya untuk berdansa.

Arah iris milik Hyerim banting setir ke objek yang Luhan perhatikan. Dirinya bergumam sebentar sebelum mengangguk.

Why not?”

Hyerim menoleh ke sampingnya, tepat ke arah Luhan dengan sebuah senyuman tanda setuju, kekasihnya itu pun balas menatapnya dengan senyum simpul.

Tubuh Luhan berdiri diikuti Hyerim. Tangan si jaka pun dijulurkan untuk sang dara yang senantiasa menyambutnya. Tak lama keduanya bergabung dengan pasangan lain untuk berdansa. Kedua lengan Hyerim menggantung di leher Luhan. Sementara tangan Luhan memeluk pinggang Hyerim. Tungkai keduanya bergerak perlahan mengikuti alunan musik jazz. Obsidian keduanya saling menjatuhkan diri dengan bersitatap.

Kepala Hyerim menunduk dengan sebuah senyum.

“Entah mengapa, pemikiran ini seketika datang padaku.” Bibir merangkai kata masih dengan menunduk, tanpa tahu tatapan ingin tahu yang Luhan torehkan. “Di situasi kacau, di tengah perang yang terjalin diantara negara kita. Kita bisa jatuh cinta.” Hyerim mengangkat kepala, senyumnya makin melebar terpatri. “Aku mencintaimu, Lu. Persetan dengan perang. Aku mencintaimu.”

Luhan membatu kala frasa Hyerim menyapa selaput pendengarannya. Dara cantik ini tak peka akan perasaan kacau yang membelit hati Luhan. Tubuh keduanya masih bergerak mengikuti alunan musik jazz untuk berdansa yang masih dikumandangkan. Namun fokus Luhan melayang pada titik kenyataan pahit yang tak bisa dihapuskan.

Bibir Luhan kelu, kerongkongannya terasa tercekat keras. Hingga akhirnya dirinya bisa merajut untaian ucapan.

“Aku juga mencintaimu.”

Pasangan tersebut pun saling melempar senyum. Binaran mata bahagia terpancar dari obsidian Luhan maupun Hyerim. Keduanya seakan tak mengindahkan keramaian yang terjalin di sekitar. Sampai mata Luhan terpaku pada satu titik. Jantungnya layaknya marathon. Figur Lian yang sedang menjalin konversasi dengan Presiden Kim Jaehyun. Secara refleks Luhan menghentikan dansanya. Mau tak mau, Hyerim melakukan hal serupa dan melekatkan tatapan bertanya pada Luhan.

“Ada apa Lu—“

“—Lian, sedang apa dia dengan target utamaku?” gumam Luhan menggunakan bahasa aslinya yang beruntung tak dipahami Hyerim sama sekali, selain lafalan nama Lian yang ia kumandangkan.

Tersentak lah seorang Kim Hyerim ketika Luhan melepaskan diri darinya dan mendekati tempat Lian dan ayahnya berada. Hyerim mengikuti arah derapan langkah Luhan, dahinya berkerut, lalu menyeret tungkai mengekori Luhan.

Kekehan meledak tatkala Luhan mencapai tempat Lian dan Kim Jaehyun berada. Di belakang pemuda Lu itu, Hyerim pun hadir di tempat Lian bersama ayahnya.

Wu Lian meneguk jus yang berada di gelas pada tangan kanannya. Retinanya kemudian mendapati Luhan yang berdiri di depannya, matanya melebar seketika, lalu menghentikan kegiatan meminum jusnya.

“Oh? Luhan?” ujar Lian saat jus yang berada di mulutnya masuk ke tubuhnya.

Menyadari sosok Luhan beserta putrinya hadir, Presiden Kim Jaehyun pun menoleh ke arah berdirinya pasangan tersebut. Sebuah senyum terlempar dari pria paruh baya tersebut. Luhan sendiri hanya tersenyum kaku dan menatap Lian seakan mengirim kode. Gadis marga Wu itu hanya tersenyum penuh arti akan tatapan Luhan.

“Ah, Luhan-ssi,” sapa Presiden Kim Jaehyun, membuat alihan fokus Luhan terarah padanya setelah tersentak beberapa saat.

Luhan sedikit membungkuk dengan gerakan super kakunya. Hal tersebut nyatanya tak luput dari  pandangan Hyerim yang keheranan sejak tadi, namun dirinya memilih bungkam.

Annyeonghaseyo Kim daetongyeongnim. (Selamat malam, Presiden Kim).”

Lalu tubuh Luhan kembali tegak dengan senyum sebisa mungkin terpatri.

Ledakan kekehan seketika terdengar dari mulut Kim Jaehyun. Beliau menatap Luhan geli tatkala kekehannya mencapai finish.

“Jangan gugup begitu, Luhan­-a.”

Tangan Kim Jaehyun menepuk bahu kanan Luhan pelan. Vokal sang presiden terdengar lembut dan ramah.

Luhan sempat terlarut akan sikap lembut Kim Jaehyun. Namun buru-buru batinnya mengingatkan. Dia target utamamu Luhan. Membunuh Kim Jaehyun adalah prioritasmu.

Mata Luhan melekat pada Kim Jaehyun yang tengah tersenyum lembut padanya, namun batinnya terus mengingatkan bahwa sosok tersebut adalah target utamanya.

Tangan milik Presiden Kim sudah ditarik kembali dari bahu Luhan. Masih dengan senyum hangat, beliau berucap. “Aku tahu kalian dari Beijing, bahkan Lian tadi bercerita tentang hal tersebut.”

Langsung saja Luhan melayangkan tatapan penuh arti tersirat ketajaman pada sosok Lian. Sang dara cuma menyunggingkan senyum miring terselip meremehkan.

“Tak usah terganggu akan kenyataan bahwa kalian ini berasal dari negara yang merupakan musuh Korea Selatan saat ini. Aku tak pernah mempermasalahkannya. Aku tahu orang mana yang perlu kubenci dan tidak,” ucap Presiden Kim seakan-akan tahu apa yang mengusik Luhan.

Dirasakan sentuhan tangan Hyerim di bahu Luhan yang lantas menatap gadisnya yang sedang tersenyum lembut menatapnya.

“Ayah hanya menghindari orang-orang berbahaya dari negara musuh. Misalnya—”

“—Agen mata-mata?”

Rangkaian kata Hyerim dipotong oleh suara Lian. Fokus mata langsung tertuju pada gadis China itu yang sedang tersenyum meringis. Kala melirik Luhan, pemuda itu menatapnya bengis dengan cangkang mata agak melebar.

“Agen mata-mata bukannya berbahaya?” Lian melanjutkan ucapannya sambil menatap ketiganya bergantian dengan binar mata dan mimik polos.

“Mungkin,” sambar Hyerim.

Gadis berdarah Korea ini tak peka saat Luhan langsung meliriknya dari ujung netra dengan iris sendu.

“Agen mata-mata bisa saja membunuh kalian,” kata Lian dengan paras tenangnya, bahkan dirinya berkata sembari melipat tangan kirinya lantaran tangan kanannya yang masih memegang gelas berisikan jusnya yang sudah hampir habis.

Pancaran yang terbiaskan dari kelereng hitam Luhan berkilat-kilat pada Lian. Di sisi celana kainnya pun, tangannya mengepal. Bahkan rahang Luhan mengatup keras. Entah apa yang ada di pikiran Lian saat melontarkan frasa barusan.

“Ya begitulah. Semoga saja kalian bukan agen mata-mata, hahaha,” gurau Presiden Kim.

Lian yang sedang meminum sisa jusnya nyaris tersedak, namun gadis itu ikut tertawa bersama Presiden Kim dan menaruh gelas kosongnya di meja di dekatnya.

Hanya Hyerim dan Luhan yang bergeming sambil melihati keduanya tertawa. Hyerim dengan perasaan tak mau ambil pusing masalah agen mata-mata yang tak menarik untuknya. Dan Luhan dengan perasaan bertumpuk karena secara tak langsung topik pembicaraan mengarah akurat padanya.

“Tapi ngomong-ngomong, agen mata-mata tidak akan sanggup membunuh Anda, Pak Presiden.”

Lian memberikan lirikan pada Luhan dengan senyum meremehkan yang agak samar. Luhan menusuknya dengan tatapan yang mengisyaratkan Lian untuk bungkam, tetapi Lian merasa bibirnya gatal bila tak terus berbeo.

Terlihat Presiden Kim menautkan alis. “Kenapa memangnya?” tanya beliau penuh minat.

“Karena ….” Lian berakting seakan berpikir. Bola matanya bergerak-gerak hingga tertuju pada figur jelita Hyerim. Sebuah senyum penuh arti tersungging dari Lian. “Karena putri Anda cantik, Presiden Kim.”

Lian menyudahi beoannya dengan tawa yang diikuti Kim Jaehyun. Hyerim yang mendengar hal tersebut melebarkan mata tak paham. Di lain sisi, Luhan yang paham merasakan kepalan tangannya makin bergetar di sisi celana kainnya.

“Jadi, jadi ….” Tawa Presiden Kim mulai mereda. Dirinya memberikan tatapan jenaka terkhususkan pada Lian yang juga sudah menyelesaikan tawanya. “Karena putriku cantik, agen mata-mata yang ditugaskan membunuhku tidak akan membunuhku karena tak sanggup membunuh ayah dari putriku yang cantik, begitu?”

Anggukan Lian menjadi respons kata-kata yang dirangkai disertai senyuman geli Kim Jaehyun tersebut.

“Ya, karena si agen mata-mata jatuh cinta pada putri Anda yang sangat cantik ini, Kim Hyerim,” balas Lian, menghadiahi Hyerim lirikan penuh arti. Bahkan di telinga Hyerim, Lian menyebut namanya penuh intimidasi yang membuatnya risih.

Dengusan keluar dari Hyerim yang banyak diam dari tadi. Bola mata si kim ini pun berputar.

“Ya intinya aku tahu aku cantik.”

Luhan yang sudah tak tahan akan perilaku Lian yang memuakkan di matanya, langsung menyambar kilat lengan Lian. Dirinya memberikan Hyerim dan Kim Jaehyun tatapan bergantian dengan sebuah senyum yang sedikit dipaksakan.

“Maaf, kami izin undur diri dulu.”

Sebuah tatapan bengis dilayangkan Luhan sejenak pada Lian yang berusaha melepaskan cengkraman tangan Luhan. Kemudian Luhan menyeret langkah sambil membawa Lian, menyisakan Hyerim dan Kim Jaehyun yang menatap punggung keduanya.

Kim Jaehyun sendiri tak mau ambil pusing dan kembali meneguk winenya yang tak terjamah dari tadi. Sementara Hyerim menatapi tempat terakhir Lian dan Luhan menghilang, parasnya seakan linglung sendiri dengan perasaan aneh menyelingkupi.

“Entah kenapa, aku merasa ada yang aneh,” gumam Hyerim pelan dengan kepala sedikit dimiringkan; pertanda akan kebingungannya, lalu ia pun melangkahkan tungkainya.

║║✿║║✿║║✿║║✿║║

“Hei Luhan! Kau ini kenapa?” Seruan Lian tercetuskan entah sudah berapa kali. Dirinya juga berusaha membebaskan diri dari cengkraman Luhan yang menyeretnya.

Keduanya sampai di halaman belakang rumah keluarga Kim yang sepi. Luhan melepaskan tangan Lian dengan cara dihentakkan. Tubuh Luhan berbalik dan berhadapan dengan perempuan Wu ini. Tampak Lian meringis sambil memegangi pergelangan tangan kanannya yang dicengkram kuat oleh Luhan. Perempuan bernama Wu Lian ini menatap Luhan tak terima.

“Kau ini kena—“

“—Dirimu yang kenapa!” selak Luhan dengan wajah merah padam, kemarahan menguar dari dalam dirinya. Kedua tangannya pun mengepal secara otomatis. “Apa maksud perkataanmu barusan pada Kim Jaehyun?!” Kembali Luhan menyembur dengan paras marah yang tak luntur, tatapan tajam turut andil ia berikan pada Lian.

Lian membuang muka ke arah samping. Desisan lolos dari bibirnya diiringi senyum meringis yang tercetak.

“Hanya ingin membuatmu sadar bahwa dirimu agen mata-mata Tiongkok yang ditugaskan membunuh Kim Jaehyun dan keluarganya. Ayolah, sekarang waktu yang tepat …” Ucapan Lian terhenti sejenak dengan muka yang berpaling menatap Luhan. “… kau berada di dekat target utamamu, Kim Jaehyun. Kau bisa membunuhnya malam ini, juga kamu bisa membunuh istrinya, bahkan Kim Hyerim.”

Rahang Luhan mengatup keras. Dadanya naik-turun sangking banyaknya amarah membendung.

“Cukup Wu Lian! Sudah kubilang jangan mencampuri urusanku. Sampai kapanpun, aku tak akan membunuh Kim Hyerim!” Oktaf vokal Luhan naik dengan napas tersenggal ketika berucap.

Bibir Lian bergetar mendengar penuturan Luhan, begitu pula dengan bola matanya.

“Jangan buta karena cinta, bodoh! Kau harus membunuh Kim Hyerim! Dan tolong lihat bahwa ada wanita yang mencintaimu juga!”

Tak sadar, Lian sudah berteriak sekon ini.

Helaan napas kasar Luhan dikeluarkan pemuda itu. “Jadi karena dirimu mencintaiku, dirimu berkata seperti tadi saat bersama Kim Jaehyun?”

Netra Lian melebar ketika mendengar ucapan Luhan.

“Aku tahu dirimu menyukaiku sejak dulu.”

Pancaran kemarahan dari bola mata Lian perlahan luntur.

“Tapi maaf, aku mencintai gadis yang dirimu sebut sebagai gadis Korea sialan yang harus kubunuh.”

Likuid itu agak tampak hingga kelereng hitam Lian berkaca-kaca, bahkan bergetar.

“Berhenti mencintai Kim Hyerim. Bunuh Kim Jaehyun dan bunuh juga gadis itu, Luhan.” Lian tetap bersikukuh mengingatkan, namun kali ini dengan vokal yang pelan.

Mata Luhan terpejam sesaat. Dahinya berkerut dalam. Frustasi akan keadaannya saat ini. Tatkala terlarut akan permasalahan rumit antara cintanya dan misinya, sebuah suara ayu menyentil gendang telinganya.

“Apa … itu … benar?”

Segera Luhan membuka mata karena sangat mengenal suara ayu tersebut. Retinanya bergerak mencari sumber suara, Lian pun menolehkan kepala ke belakang untuk melakukan hal serupa. Rasanya Luhan bisa ambruk seketika kala mendapati Kim Hyerim berdiri beberapa meter di depannya. Tatapan yang diberikan Hyerim terpancarkan kosong, begitu pula dengan parasnya.

Hidung gadis berdarah Korea itu seakan tersumbat dengan leher seakan tercekik.

“Apa benar itu Luhan? Dirimu … harus membunuhku?” Kembali Hyerim bertanya lambat-lambat.

Bibir bawahnya diberikan gigitan keras oleh Luhan. Di lain sisi, Lian hanya membatu dengan fokus mata menerawang ke arah lain. Dalam hatinya, Luhan merutuki kenapa fakta yang diutarakannya bersama Lian barusan harus dilakukan di halaman belakang rumah Hyerim dan fatalnya keduanya berbicara dengan bahasa Korea barusan.

Bola mata Hyerim sudah berkaca-kaca, bibir gadis jelita tersebut bergetar hebat begitu pula tubuhnya.

“Luhan … apa benar … dirimu ditugaskan membunuhku?”

Lagi, Hyerim bertanya dengan getaran bibir yang makin menjadi. Lian yang menontoninya, jadi menunduk dalam.

Luhan bergerak mendekati Hyerim, dirinya segera menarik Hyerim ke dalam dekapan eratnya. Sementara Hyerim tampak kosong saat ini.

“Aku ….”

Bibir Luhan terbuka walau berakhir tak mampu berkata banyak dengan getaran nada yang ketara. Matanya pun berkaca-kaca.

Dalam pelukan Luhan, Hyerim menggeleng.

“Ini salah,” gumam Hyerim, lalu menggeleng kuat dengan sahnya air mata turun menyusuri pipi. “Ini salah.” Lalu Hyerim pun mendorong Luhan untuk menjauh hingga akhirnya dekapan yang Luhan berikan untuknya terlepas.

Menjadi seorang penonton, sosok Wu Lian hanya memejamkan mata mengamati sepasang kekasih tersebut.

Hyerim melayangkan tatapan dengan mata berkaca-kacanya pada Luhan yang menunduk.

“Ini salah. Salah karena kita saling mencintai.” Air mata Hyerim makin merembes sambil menatap Luhan dalam. Kenyataan pahit diterimanya sekarang ini. “Kita tidak bisa terus seperti ini, Lu.”

Gelengan beberapa kali dari Luhan terlihat. Kepala pemuda marga Lu itu terangkat, matanya bersibobrok dengan manik Hyerim. Kesedihan terpancar dari kedua kelereng tersebut.

“Hyerim, dengar. Aku mencintaimu bahkan sebelum aku tahu bahwa aku harus membunuh—“

“—Lebih baik kita tidak memulainya.” Hyerim memotong ucapan Luhan. Tatapannya kosong namun terselip kesenduan pada Luhan yang memancarkan kesenduan juga dari maniknya. “Tapi kita sudah terlanjur memulainya.”

Spasi antaranya dengan Hyerim, berusaha ia babat dengan melangkah untuk memeluk gadisnya itu. Namun dengan segera, Hyerim menangkis tangan Luhan yang hendak merengkuhnya. Hyerim melangkah mundur dengan kepala sedikit menunduk, maniknya juga menghindari manik legam Luhan.

“Kita akhiri saja ….”

Kepala Luhan menggeleng dengan obsidian miliknya yang menumpahkan cairan kristal hangatnya.

Hyerim kembali melangkah mundur, masih mempertahankan diri tidak bersitatap dengan Luhan.

“Kita akhiri saja disini, Luhan. Kita—“

“Tidak, Kim Hyerim! Aku tidak akan melepaskanmu!”

Persetan akan keengganan Hyerim, Luhan menyambar tangan milik gadisnya itu, mencengkramnya kuat walau sang empunya makin menunduk dengan air mata bertetesan juga berusaha melepaskan cengkramannya.

“Dirimu juga mengatakan, persetan dengan perang, dirimu mencintaiku. Aku pun begitu!” tegas Luhan dengan mata berair.

Kembali gelengan Hyerim terjadi. “Tapi berbeda dengan pekerjaanmu yang harus membunuh—“

“—Aku tidak akan membunuhmu!”

Kembali intonasi tegas Luhan menggelegar dengan memotong ayat kata Hyerim, cengkramannya pun makin kuat pada pergelangan tangan gadisnya.

Pada akhirnya, Hyerim mengangkat kepalanya dan bersitatap dengan Luhan. Mata keduanya merah, menahan tangisan yang membelitkan rasa sesak pada kenyataan pahit di antara keduanya.

Perlahan, Hyerim melepaskan cengkraman tangan Luhan yang mulai mengendur. Kepala si gadis lagi-lagi menggeleng disertai senyum tipis terukir.

“Tapi tetap, kita tidak bisa bersama. Bila ya, semua hanya akan memperumit keadaan.”

Tangan Luhan yang ditarik Hyerim untuk melepaskan cengkraman, tampak terjatuh dengan lesunya. Manik mata Luhan pun membiaskan kekosongan.

“Maaf, kita akhiri di sini saja, Luhan. Senang bisa bertemu secara tiga kali, bahkan lebih denganmu. Mungkin takdir kita berhenti sampai di sini dengan kenyataan pahit yang ada.”

Badan Hyerim berbalik. Kepalanya menunduk dengan likuid hangat yang menganak sungai kembali di pipi tirusnya. Lantas tungkainya berjalan menjauhi Luhan. Luhan hanya bergeming menatapi kepergian Hyerim. Matanya tak mampu berkedip, bahkan air mata pun tak turut andil meski rasanya ingin menyeruak keluar.

Lian yang dari tadi berdiam diri, menatap bergantian Hyerim yang makin menjauh dan Luhan yang membatu.

Yang Luhan tangkap di antara pikiran kusutnya; Hyerim mengakhiri hubungan keduanya beberapa saat lalu setelah mengetahui kenyataan pahit yang terjalin di antara keduanya.

—To Be Continued—


 ALLHAMDULILAH UTS SAYA KELAR WANKAWAN AHAHAHAH. Semoga mendapat nilai terbaik, amiiiinnnnnnn.

Ini agak melor dikit gak apa ya? Di negaraku masih jam 11 malem dan masih hari senen jadi pas seminggu aku postnya ahaha /gampar aja/

Dan uhuk, sepertinya mellow sudah nampak. Luhan-Hyerim putus, heum padahal baru bermesra ria ciuman manis di atas ranjang pula serta sempet khilap mau buat mereka ensi ria   /langsung tobat ambil aer wudhu/ gimana kelanjutan hubungan mereka hayok :3

 

Terakhir jangan lupa komen kalian. Aku udah menulis cerita untuk setidaknya menghibur kalian, maka dari itu, ayo kalian juga menulis komentar untuk setidaknya menghibur aku :3

much love, 

.HyeKim

 

 

 

Author:

❝Because reality is not beautiful like a fiction, but reality can be wonderful more than the fiction.❞ — Luhan's tinkerbell & Shownu's bebe || ©2001

14 thoughts on “FF : Agent Lu – Scene 2 [The Painful Truth]

  1. Mereka baru aja bermesraan tapi mereka langsung putus dan ngorbankan perasaan mereka.
    Apa nanti luhan tetap bunuh hyerim atau melindungi hyerim ? Apa nanti mereka masih bisa ketemu lagi ?
    Next nya jangan lama-lama kak, soalnya nggak sabar nunggu kelanjutan nya lagi

    Liked by 1 person

  2. Ahhh seru ceritanya dek..

    Kenapa di saat lagi mesra2nya mereka putus deh.. Kan sedih..

    Tegakah Luhan membunuh si Hyerim?
    Luhan seharusnya melindungi Hyerim, kan dia syang sama Hyerim 😭😭

    Ditunggu kelanjutannya dek
    Semangat 💪💪💪
    ❤❤❤

    Liked by 1 person

    1. Makasih ya kak ehehe ❤❤
      Iya lagi mersa langsung kandas /plak/
      Tega gak ya tega yak ya, masih cinta loh yaa ahah
      Minggu ini aku post part terakhirnya kok eheheh

      Like

  3. Judulnya itu loooohhh. . . Jadi ak yakin. Kamu gak mungkin buat mereka sweet2an aja di part ini. . . Dan tebakanku benar adanya. Mereka P.U.T.U.S. satu kata yg bikin hati porak poranda/eaaak/

    Like

Leave a reply to Channie^^ Cancel reply